TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Jumat (22/7/2016), Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Djafar Muchlisin, membongkar sebuah makam fiktif di TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Makam itu disebut fiktif karena tidak ada jenazah di dalamnya, namun sudah dipesan terlebih dulu oleh warga.
"Makam ini adalah makam pesanan. Dikatakan fiktif karena makamnya enggak ada orangnya, baru pesan," ujar Djafar.
Djafar mengaku sudah menemukan sepuluh makam fiktif di Jakarta Pusat yang tersebar di tiga TPU, yakni Karet Bivak, Kawi-kawi, dan Pasar Baru.
Namun, ia belum menjelaskan rinciannya karena masih diverifikasi.
Makam fiktif mulanya dicurigai karena pada batu nisan makam tersebut tidak dicantumkan waktu kematian.
"Secara fisik, seperti kita lihat tidak ada kapan meninggalnya," kata Djafar.
Dari makam yang dibongkar Djafar itu, yang ditulis di batu nisan hanyalah makam atas nama Sumarti yang lahir di Kutoarjo dan wafat di Yogyakarta.
Tidak ada waktu kelahiran maupun kematian yang dicantumkan di batu nisan tersebut.
Makam kedaluwarsa
Kepala TPU Karet Bivak, Saiman menjelaskan, keberadaan makam fiktif bermula dari adanya makam yang tidak diperpanjang IPTM-nya oleh ahli waris sehingga makam itu kedaluwarsa. Makam kedaluwarsa itu bisa digunakan kembali oleh orang lain.
Lahan makam itulah yang kemudian dipesan untuk digunakan pada saat pemesan atau kerabatnya meninggal dunia.
Menurut Saiman, pemesanan makam itu dilakukan melalui oknum petugas TPU.
Saiman menyatakan, tidak ada lahan yang kosong, dalam arti belum pernah digunakan sama sekali, di TPU Karet Bivak. Itulah mengapa makam kedaluwarsa berpotensi menjadi makam fiktif.