TRIBUNNEWS.COM - Polling Tribunnews tentang wacana kenaikan rokok mendapat banyak respon. Terkait studi menyatakan harga rokok Rp 50 ribu banyak berhenti beli rokok.
Dalam studi tersebut dikatakan warga miskin paling banyak membeli rokok, bila rokok harganya Rp 50 ribu makan banyak yang berhenti membeli rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Dengan cara menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus dinilai efektif mengurangi jumlah perokok.
Sobat Tribunners setujukah Anda rokok Rp 50 ribu per bungkus bantu entaskan kemiskinan? https://t.co/ugiSz2dYPU
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) August 24, 2016
Netter yang ditanya setujukah Anda rokok Rp 50 ribu per bungkus bantu entaskan kemiskinan?
Sebanyak 58 persen menjawab setuju sementara 42 persen menjawab tidak setuju.
Polling yang dilaksanakan selama empat jam melalui akun Twitter Tribunnews ini diikuti oleh 137 responden dalam hal ini akun Twitter.
Jarak yang tipis antara yang setuju dan tidak setuju.
Hasil studi tersebut masih menuai perdebatan.
"@tribunnews : perokok akan mlakukan apa saja demi menghisap rokok."
"Brapa pun hrg rokok pasti dibeli, maka semakin miskin bukan mengentaskan."
Tulis akun Twitter dengan nama done ™ @DwCuiz.
Hingga saat ini wacana kenaikan harga rokok menimbulkan kehebohan, ada yang yakin kalau pada bulan September harga rokok akan dinaikkan ada juga yang tidak yakin.
Beberapa orang yang yakin bahkan memborong rokok agar nanti tak kesulitan ketika harga rokok naik tinggi.
Berawal dari studi
Beredarnya harga rokok Rp 50 ribu menjadi pembahasan hangat, Sabtu (20/8/2016).
Bagi ibu rumah tangga yang memiliki suami perokok tentu jadi angin segar.
Harga yang mahal akan menjadi alasan untuk melarang suaminya merokok dan tentu saja uang bisa menjadi tambahan dana segar untuk kesejahteraan keluarga atau untuk tabungan.
Kabar yang berembus bahkan pada September 2016 nanti harga rokok per bungkus Rp 50 ribu akan direalisasikan.
Kabar harga rokok yang mahal berawal event 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.
Berita Kompas.com berjudul: Bagaimana jika Harga Sebungkus Rokok Lebih dari Rp 50.000? Menjadi viral dan jadi bahan rujukan blogger atau penulis di situs-situs forum seperti Kaskus.
Namun berita yang ditayangkan melalui tulisan di blog-blog berbeda dengan aslinya.
Ada tambahan informasi baru yang sengaja dicantumkan tanpa sumber jelas.
Yakni tentang berlakunya harga Rp 50 ribu per bungkus rokok pada bulan September 2016.
Faktanya, keputusan ini belum ada bahkan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany sebagai sumber berita pada Kompas.com baru akan membahas hal ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani bulan depan.
Kemungkinan blog-blog tersebut memanfaatkan judul yang bombastis agar mendatangkan banyak visitor meskipun pada kenyataannya harga rokok Rp 50 ribu per bungkus belum diputuskan.
Berikut berita awal yang dijadikan rujukan.
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Murahnya harga rokok dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia.
Dengan harga rokok di bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.
Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok, terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara 3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di Yogyakarta, Kamis (28/7/2016) malam.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat.
Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.
"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.
Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan.
Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di beberapa negara.
Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain.
Di Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000.
Di Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Sedangkan peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.
"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah.
Menurut Hasbullah, butuh keberanian Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga dan cukai rokok.
Hasbullah pun berencana bertemu Menteri Keuangan yang baru dilantik, Sri Mulyani, dalam waktu dekat untuk membahas hal ini.(*)