TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banjir yang melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan (27/8/2016), menandakan penanganan persoalan banjir di Wilayah Jakarta masih harus menelusuri jalan yang panjang.
Untuk itu, banjir di kawasan Kemang diharap menjadi momentum bagi Pemprov DKI Jakarta untuk mengevaluasi kembali program penanganan banjir yang selama ini sudah dilakukan.
Apalagi diprediksi hujan deras akan melanda Ibukota hingga Maret 2017.
“Tidak ada cara lain, penanganan banjir di Jakarta tidak bisa parsial, harus komprehensif. Jakarta ini sudah terlanjur dikembangkan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Makanya kota ini mengalami sebuah tekanan ekologis yang berat, salah satunya banjir. Inilah kalau normalisasi sungai sudah dianggap sebuah pekerjaan besar dan diklaim mampu menjadikan Jakarta bebas banjir. Kita jadi lengah, menganggap hujan takkan bisa buat Jakarta banjir,” ujar Senator Jakarta Fahira Idris, di Kompek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Fahira mengungkapkan, jika melihat Master Plan Jakarta 1965-1985, sudah banyak daerah di Jakarta yang dulunya ditandai warna hijau atau tidak boleh di bangun, tetapi kini dipenuhi bangunan baik permukiman maupun kawasan komersil.
Bahkan sejak 1985 hingga 2005, kawasan-kawasan yang ditandai hijau berangsur hilang digantikan warna kuning yang artinya sudah berdiri bangunan.
“Kemang itu, di Master Plan Jakarta 1965-1985, warna hijau mendominasi. Boleh membangun tetapi dibatasi, karena kita sama-sama tahu, kawasan itu resapan air. Tetapi sekarang pembangunan tidak terkendali. Daerah resapan air, tetapi jadi daerah komersil yang pertumbuhannya tertinggi di Jakarta,” tukas Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Fahira meminta, Pemprov DKI Jakarta menghentikan klaim-klaim yang menyatakan bahwa hujan tidak akan membuat Jakarta banjir.
Klaim-klaim seperti ini dianggap ‘tidak sehat’ untuk menggerakkan semua elemen dalam masyarakat untuk bahu membahu berpikir dan bergerak bersama mengatasi banjir.
“Kita bersyukur, hujan kemarin hanya beberapa jam, tidak berhari-hari, sehingga kerusakan yang ditimbulkannya tidak begitu besar. Tetapi bukan tidak mungkin, nanti di puncak penghujan, banjir yang lebih besar terjadi. Itu yang harus segera diantisipasi,” ujar Fahira.
Menurut Fahira, ‘ramahnya banjir’ menyapa Jakarta diakibatkan bertemuanya berbagai faktor utama penyebab banjir di kota ini.
Mulai dari alih fungsi daerah resapan menjadi pusat-pusat komersil, alih fungsi hutan bakau di pesisir Jakarta menjadi perumahan mewah, laju penurunan tanah di Jakarta yang semakin cepat, buruknya sistem dan manajemen pengelolaan dan pemantauan saluran air di Jakarta, dan berbagai faktor lain misalnya kasadaran warga membuang sampah.
“Jika Jakarta mau tahan banjir, semua faktor penyebabnya harus diselesaikan secara bersamaan dan sistematis, tidak boleh hanya fokus pada satu faktor saja,” kata Fahira.