TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sukaryat (65), sopir bus Transjakarta mengaku sudah kehabisan akal untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, sehari-hari.
Pasalnya, kini, ia telah tidak memiliki pekerjaan lagi. Sementara, tubuhnya juga sudah tidak mampu melakukan pekerjaan yang cukup berat. Apalagi keahlian yang dimilikinya hanya sebatas menyetir kendaraan roda empat.
Sukaryat adalah satu dari sekira seratusan karyawan operator bus Transjakarta, PT Trans Batavia.
Ia mengaku sudah tidak diberi gaji sejak Maret 2016 lalu hingga Agustus 2016.
"Kami tidak diberi gaji lagi tanpa adanya alasan yang jelas," kata Sukaryat, disela-sela aksi demonya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016) siang.
Sukaryat menjelaskan bahwa sejak Januari 2016, operator tersebut berhenti beroperasi. Namun, pada bulan Januari hingga Februari masih diberi gaji.
"Gajinya juga hanya Rp 2,7 juta per bulan. Padahal UMP (Upah Minimum Provinsi) Rp 3,1 juta," katanya.
Kemudian, bulan berikutnya, gaji yang diterimanya sudah tidak utuh. Dirinya pun tidak diberi kejelasan mengenai status pekerjaannya. Karena perusahaan juga tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Terpaksa saya mengutang ke tetangga dan saudara karena sudah tidak terima gaji. Karena saya nggak bisa kerja apa-apalagi selain menyetir. Kondisi fisik juga sudah nggak memungkinkan," tegasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia terpaksa mengutang lebih dari Rp 5 juta.
Pasalnya, harus membiayai kebutuhan istri, dan anak-anaknya.
"Bayar kontrakan, listrik, air, dan makan, saya harus pakai apa? Karena sudah nggak punya penghasilan," katanya.
Hal senada dikatakan oleh Edi Warman (60). Pria yang sudah bekerja selama tiga tahun di PT Trans Batavia itu mengaku kecewa. Karena haknya tidak dibayarkan oleh perusahaan.
"Jangan kami dibawa-bawa masalah perusahaan. Kami masih punya hak. Kapan kami terima gaji, THR (Tunjangan Hari Raya), dan pesangon? Pemerintah jangan abaikan kami. Pak Ahok tolong perhatikan kami!" katanya.