Selama dirinya tidak lagi menerima gaji, ia terpaksa bekerja serabutan. Mulai menyetir mobil colt, sopir angkot, dan pekerjaan kasar lainnya.
"Setiap bulan saya harus bayar kontrakan Rp 800.000. Mau dibayar pakai apa kalau saya nggak bekerja. Saya berharap, Pak Ahok berdayakan kami, untuk kembali bekerja. Baik di TransJakarta maupun di instansi mana saja," kata pria yang sudah bekerja sebagai sopir selama 32 tahun di Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) itu.
Sekira seratusan sopir bus TransJakarta yang bernaung di bawah operator PT Trans Batavia, menuntut gaji mereka dibayarkan.
Pasalnya, sejak Maret hingga Agustus 2016, mereka belum menerima gaji.
Mereka pun menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).
"Tuntutan kami adalah meminta karyawan tetap ingin bekerja kembali. Selain itu hak kekurangan upah mulai bulan Maret 75 persen, April 90 persen, dan bulan Mei sampai Agustus 2016, sebesar 100 persen," kata Andrian Tampubolon sebagai Korlap Aksi Karyawan PT Trans Batavia, ditemui di lokasi demo, Rabu (14/9/2016).
Selain itu, lanjutnya, hak kekurangan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk bulan Januari sampai Februari 2016.
Pasalnya, masih banyak karyawan yang diupah Rp 2,7 juta.
Sementara, UMP sudah sebesar Rp 3,1 juta.
"Kami juga menuntut hak tunjangan hari raya tahun 2016 dan pinaltinya sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 06 Tahun 2016, sebesar 5 persen," katanya.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut hak pesangon kepada perusahaan yang terdiri dari beberapa pemegang saham, yaitu Mayasari Bakti, Perum PPD, PT Steady Safe, dan Metro Mini (PAC 100).
Karena itu, mereka menuntut Ahok, untuk ikut serta campur tangan dalam masalah perselisihan hak tersebut. (Mohamad Yusuf)