Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar yang dihadirkan sebagai saksi dari kubu Jessica Kumala Wongso, mengatakan video rekaman CCTV di kafe Olivier telah dimodifikasi.
Menurutnya, modifikasi itu dilakukan pada jumlah frame (gambar) Sehingga bukti yang dimiliki Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dijamin keabsahannya sebagai sebuah bukti.
Dari analisis metadata untuk video ch_17_15.11-16.17.mp4, tertera 98,750 frame. Tapi ada sekitar 96,043 frame video yang dihilangkan.
Dia menuding banyak adegan yang direkayasa atau dikurangi dan ditambahkan. Namun dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) M. Nuh, saksi ahli yang dihadirkan JPU, menyebutkan metadata dalam file bernama Ch_17_15.11_16.17 mp4, hanya ada berjumlah 2.707 frame.
"Analisis metadata untuk video ch_17_15.11-16.17.mp4, tertera 98.750 frame. Tapi, pada BAP saksi ahli Muhammad Nuh Al-Azhar, saksi ahli menyebutkan bahwa ditemukan 2.707 frame. Kesalahan ini dapat menyebabkan keterangan dan analisa saksi ahli diragukan keabsahannya," kata Rismon saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016) kemarin.
Rismon menjelaskan, frame rate video sebelum dipindah ke flashdisk sebesar 25 fps dengan resolusi 1920 x 1080 pixel.
Sementara itu pada video-video lain memiliki frame rate 10 fps dengan resolusi 960 x 576 pixel.
Hal inilah yang membuat terjadinya perubahan kualitas atas video. Kata dia, jika rekaman video CCTV diekstraksi ke media lain seperti flashdisk atau harddisk tidak akan mengalami perubahan kualitas.
"Bisa saja harusnya ada gambar apa, misalkan tangan atau apa, yang seharusnya ada, menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perbedaan resolusi frame dari CCTV dibanding dengan yang ada di flash disk mengindikasikan ada tindakan pemanipulasian data video," katanya.
Lebih lanjut Rismon mengatakan, ada tampering atau pemodifikasian, pengubahan, penambahan ataupun pengurangan dalam video dengan tujuan tidak baik dalam rekaman tersebut. B
ahkan dia mengatakan modifikasi itu diduga sengaja dilakukan oleh Nuh selaku ahli digital forensik yang dihadirkan JPU itu.
"Kami menduga adanya perbuatan tampering suatu modifikasi ilegal bertujuan untuk tujuan tidak baik," katanya.