TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai sangat ideologis pencalonan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat bagi PDI-P.
"Pencalonan Ahok-Djarot bagi PDI-P adalah sangat ideologis," ujar Peneliti CSIS ini kepada Tribunnews.com, Rabu (21/9/2016).
Bagi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, DKI Jakarta adalah etalase politik nasional.
Untuk itu Puteri Proklamator RI Soekarno ingin agar DKI dipimpin oleh tokoh yang dapat menunjukkan bahwa tingkat kebangsaan Indonesia sudah sedemikian matang.
"Uji kelayakan adalah mencalonkan tokoh yang spektakuler," katanya.
Lebih lanjut menurutnya, Ahok yang mempunyai "dosa asal" tiga macam, yakni keturunan Tionghoa, nonmuslim dan jujur.
Dengan keputusannya ini, dia menilai Mega ingin menyampaikan pesan primordial bukan hambatan untuk menjadi pemimpin di Indonesia.
Selain itu imbuhnya, Megawati mempunyai intruksi politik yang tajam sebagai hasil kontemplasi politiknya.
Kemampuan indera keenam tidak dimiliki oleh kader PDI-P yang hanya mengandalkan kalkulasi rasional bersenyawa politik transkasional.
Sehingga beberapa kader PDI-P rajin merongrong Ahok.
Mega juga memilih tokoh yang telah membuktikan pengabdiannya kepada rakyat bukan dengan kepalsuan pencitran dan pamer kemunafikan.
Melainkan kerja amat keras dan kadang-kadang ambil resiko tidak populer.
Dengan dukungan empat partai, yakni PDI-P, Golkar, NasDem, dan Hanura, pasangan ini mengantongi 52 kursi DPRD DKI. Sementara syarat untuk mendaftar ke KPU hanya 22 kursi.
Kini, tinggal Gerindra, Demokrat, PPP, PKB, PAN dan PKS yang belum mempunyai calon atau pun koalisi definitif untuk Pilkada DKI.
Dari keenam partai, tak ada satu pun yang mempunyai kursi cukup untuk mengusung calon sendiri.
Sementara pendaftaran melalui jalur parpol akan ditutup pada 23 September mendatang.