TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sore itu kediaman keluarga besar Murtiah (30) di Pondok Rangon, RT12/06 sudah mulai sepi. Para pelayat sudah pulang semenjak prosesi pemakanan Murtiah di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Namun, suasana haru masih nampak di wajah keluarga besar Murtiah. Terutama sang ayah, Djaja Suprana (67), yang masih tak percaya anak kelimanya itu meninggal dengan cara menyedihkan.
Dua pekan lalu, keluarga besarnya memang kehilangan Murtiah yang pergi entah ke mana. Murtiah, yang diduga mengalami keterbelakangan mental itu, tak biasanya menghilang selama berhari-hari. Biasanya, kata Djaja, janda tanpa anak itu pergi paling lama sehari dan kembali lagi ke rumah.
“Tepatnya tanggal tujuh dia pergi, pamitnya mau ke rumah temannya. Tapi selama beberapa hari dia tidak pulang,” kata Djaja ditemui Warta Kota di rumahnya, Selasa (20/9/2016) siang.
Keluarga panik. Sebab, Murtiah memang memiliki sikap aneh. Kata Djaja, anak perempuannya itu memang agak ‘kurang’. “Meskipun sudah berumur, tapi sikapnya masih kekanak-kanakan. Dia pernah menikah di usia 26, namun pernikahannya hanya seumur jagung. Hanya beberapa bulan dia pisah dengan suami,” jelasnya.
Keluarga besar kemudian melaporkan kehilangan itu ke Polsektro Cipayung pada 11 September, termasuk membuat selebaran atas hilangnya Murtiah. Sebelum melapor ke polisi, sebenarnya keluarga juga sudah pernah mengecek keberadaan Murtiah ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung. Tetapi, tidak ada nama Murtiah dalam daftar penghuni panti sosial itu.
Berhari-hari menanti kepulangan Murtiah, keluarga justru dikagetkan dengan kedatangan pihak kepolisian pada Senin siang. Polisi itu menyampaikan kabar, Murtiah meninggal akibat dikeroyok beberapa penghuni Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2.
Ia Dikeroyok karena menolak memijit 'penguasa' kamar tempat ia tidur dalam panti tersebut.
“Padahal sudah tiga kali kami cari ke panti itu, namun tidak ada. Setelah kami cek, dia masuk ke panti itu tanggal 9 September setelah ditertibkan di sekitar lampu merah TMII,” kata Djaja.
Tolak memijat
Adalah Meida, seorang petugas kamar yang pertama kali menemukan Murtiah tak bernyawa, Senin (19/9) pagi.
Saat itu, sekitar 07.00 ia bersama petugas bagian pemberi makan bernama Ayu, hendak mengantarkan makanan ke penghuni panti. Namun ada yang mencurigakan di kamar itu. Kedua petugas mendapati seorang penghuni kamar terduduk diam. Sebagian badannya dititupi celana panjang.
"Saat kami buka, ternyata dia adalah Murtiah. Yang membuat kami terkejut, dia sudah meninggal," kata Meida saat memberi keterangan kepada pihak polisi.
Menurut Meida, kondisi Murtiah saat itu mengalami luka-luka di bagian wajah. Darah juga melumuri sebagian wajah. Selanjutnya, Meida dan Ayu melaporkan hal itu ke petugas satpam. Pada sore harinya, kejadian itu dilaporkan ke Polsektro Cipayung.
Kapolsek Cipayung Komisaris Dedi Wahyudi mengatakan, usai mendapat laporan, pihaknya segera meminta keterangan para saksi.
Di hari yang sama, polisi menahan lima tersangka yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Murtiah. Kelima perempuan itu masing-masing berinisial H (30), DS (19), AP (18), KN (18) dan N (16).
“Dari hasil pemeriksaan, kasus ini bermula ketika tersangka H meminta kepada korban untuk memijatnya. Tapi korban menolak sehingga pelaku marah dan mengajak serta teman-temannya untuk mengeroyok korban. Korban meninggal di tempat,” jelas Kompol Dedi Wahyudi.
Dari informasi yang diperoleh dari seorang petugas panti sosial itu, sosok H memang dominan di antara warga binaan lain. Ia kerap memposisikan dirinya sebagai penguasa kamar dan tidak segan-segan melakukan kekerasan kepada warga binaan lain yang tidak patuh kepadanya.
“Dia itu dulunya pengamen. Biasalah, di sini tempat berkumpulnya orang-orang yang berasal dari latar belakang berbeda. Sebelum ditertibkan mereka umumnya hidup di jalanan,” kata lelaki yang namanya enggan diwartakan itu.
Lelaki itu mengakui, pihak panti memang tidak memasang kamera pengintai atau CCTV di dalam area kamar warga binaan.
“Hanya ada pemantauan rutin, tidak 24 jam” katanya. (Feryanto Hadi)