TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politisasi isu reklamasi menjelang Pilkada DKI Jakarta bulan Februari tahun 2017 berpotensi merugikan masyarakat Jakarta.
Selama ini pengembangan kawasan baru melalui reklamasi menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi dan sosial di Ibu Kota.
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menyebutkan, isu reklamasi kini sudah menjadi komoditas politik.
Menurutnya, isu ini cukup seksi untuk dipolitisasi oleh para penantang bakal calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Ini akan dimainkan lawan politik Ahok. Saat isu ini dipolitisasi, tidak bisa dilarang juga," kata Pangi saat dihubungi wartawan, Senin (26/9/2016).
Pangi menjelaskan, reklamasi dipakai lawan politik Ahok untuk menurunkan elektabilitasnya.
Sejauh ini, Ahok sulit diserang dari sisi pelayanan publik, pungutan liar, maupun kinerja pegawai negeri sipil karena sudah mengalami perbaikan.
Hasilnya, penolakan terhadap reklamasi merupakan hal yang lumrah.
Namun, itu akan menjadi persoalan manakala melibatkan masyarakat kecil.
Pangi mencontohkan penolakan para nelayan yang tidak dapat dipastikan sebagai murni aspirasi mereka.
"Partisipasi kolektif yang dipaksakan menolak dan bukan suara masyarakat sendiri, justru merugikan mereka," kata Pangi.
Sementara itu pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai isu reklamasi tidak akan mampu mendongkrak elektabilitas penantang Ahok.
Menurutnya, banyak isu krusial dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang bisa dikedepankan, selain reklamasi.
"Misalnya isu pembangunan, normalisasi sungai atau bagaimana supaya Jakarta menjadi bagus, harus ada awareness di situ," kata Siti.
Dua pekan lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mencabut moratorium proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Keputusan ini sekaligus menganulir langkah pendahulunya Rizal Ramli. Belakangan, keputusan Luhut menuai kontroversi.
Sejumlah kalangan menilai reklamasi menjadi salah satu alternatif solusi pengembangan kawasan baru di Jakarta.
Pertumbuhan penduduk Jakarta sebesar 1,4 persen atau 135 ribu jiwa per tahun telah membuat beban Jakarta semakin berat.
Kini Jakarta menjadi kota terpadat di Indonesia dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.476 orang per kilometer persegi.
Situasi ini membuat Jakarta menghadapi ancaman masalah tata ruang, kemacetan, pengangguran, kemiskinan, kesehatan, dan persoalan sosial lainnya.
Data Asosiasi Pengusaha Indonesia mencatat, reklamasi Teluk Jakarta dapat menyerap setidaknya 20 ribu orang tenaga kerja.
Saat ini tercatat ada 167 perusahaan yang terlibat dalam reklamasi Teluk Jakarta.
Masing-masing perusahaan memiliki peranan menciptakan lapangan pekerjaan.