TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) menetapkan untuk mendukung pasangan Basuki Tjahaya Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Hal ini ditegaskan oleh Hendrik Sirait,Sekjen Almisbat.
"Sedari awal posisi politik Almisbat telah mendukung Djarot Syaiful Hidayat yang merupakan kader PDIP untuk berlaga dalam gelaran pilkada DKI 2017 mendatang. Dukungan ini bukan dilandasi politik buta tapi dilandasi seabrek prestasi yang dimiliki oleh Djarot selama masa kepemimpinannya," ungkap Hendrik dalam pernyataannya, Kamis (6/10/2016).
"Baik saat ia menjabat sebagai Walikota Blitar maupun Wakil Gubernur DKI Jakarta," tambahnya.
Dijelaskan, memiliki 28 kursi di DPRD DKI, PDIP menjadi satu-satunya partai politik yang bisa mencalonkan Gubernur dan Wakil Gubernur tanpa berkoalisi dengan partai politik mana pun.
Kemewahan ini, lanjutnya, ternyata tidak lantas membuat PDIP menerapkan prinsip 'politik angkuh' dengan menutup kemungkinan berkoalisi dengan partai mana pun.
"Keputusan PDIP yang pada akhirnya mengusung Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat haruslah dilihat sebagai upaya untuk merangkul sebanyak mungkin kawan seiring untuk berhimpun dalam satu koalisi besar," ujarnya.
Almisbat, ia menegaskan kembali, menghormati dan mengapresiasi penuh keputusan tersebut. Mengingat, Jakarta perlu sosok pemimpin yang tangguh dan mampu saling bekerja sama satu sama lainnya.
"Suka tidak suka pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat telah membuktikan hal tersebut. Duet keduanya sudah teruji dalam suka dan duka membangun Jakarta," tuturnya.
Almisbat mengakui Basuki Tjahaja Purnama adalah sosok pemimpin yang kontroversial. Meski demikian sosok kontroversial ini haruslah dilihat dalam kaca mata kedewasaan politik.
Kebencian terhadap sosoknya hampir sebangun dengan prestasi kerja yang diraihnya. Fakta ini menyiratkan bahwa setiap kebijakan memang tidak bisa menyenangkan semua pihak.
"Meski demikian Almisbat juga mengakui sosok Basuki Tjahaya Purnama mempunyai kelemahan dalam aspek komunikasi politik, membangun budaya kritik dan otokritik, serta minim terhadap analisa sosial, utamanya dalam soal penataan hunian warga miskin kota," katanya.
"Seharusnya Basuki menyadari penyelesaiaan penataan hunian warga miskin perkotaan tidak cukup hanya sekedar menyediakan hunian baru (rusun) tanpa melibatkan proses partisipatif warga yang akan direlokasi. Mengingat selain hunian, hak ekonomi, sosial, dan budaya warga rentan tercerabut saat mereka di relokasi paksa," ujarnya lagi.
Sehingga proses dialogis, Hendrik mengingatkan kembali, adalah cara yang paling pas dalam melakukan penataan.
Apalagi pemerintah Indonesia telah meratifikasi UU No. 11 tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob). Dengan demikian, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut kepada warganya.
Pada akhirnya, semua ini adalah soal keberpihakan dan Almisbat telah menetapkan bahwa organisasi ini harus bekerja memperbesar prestasi dan capaian yang telah diraih oleh duet Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
"Oleh karenanya untuk memastikan semua itu, kemenangan merupakan sebuah keniscayaan," tegasnya.