News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Tekanan Berlebih kepada Ahok Jadi Preseden Buruk Bernegara

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hadiri acara penyerahan hadiah kontes Hackjak 2016 di Balai Kota DKI Jakarta, Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016). TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SETARA Institute menilai pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang mengutip surat Al Maidah bukanlah bentuk penggunaan isu SARA untuk kampanye.

Ketua SETARA Hendardi juga melihat pernyataan tersebut bukanlah penodaan terhadap agama.

"Justru Ahok mengajak warga untuk beragama secara kritis, agar tidak hanyut dengan dalil-dalil keagamaan yang digunakan untuk berpolitik," kata Hendardi melalui pesan singkat, Kamis (13/10/2016).

Hendardi melihat pihak yang mempersoalkan pernyataan Ahok yang berpolitik dengan menggunakan isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Ia mengingatkan larangan penggunaan isu SARA dalam berbagai hajatan politik di Indonesia merupakan alat mitigasi bagi perpecahan masyarakat yang beragam dan sudah diikat dengan Pancasila.

"Bentuk kampanye SARA adalah menggunakan isu SARA sebagai cara untuk menghimpun dukungan politik atau menundukkan lawan politik dalam sebuah kontestasi," kata Hendardi.

Sekalipun untuk kepentingan pragmatis Ahok kemudian meminta maaf, kata Hendardi, tetapi tekanan berlebih terhadap Gubernur DKI itu, justru memberikan preseden buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Termasuk membiarkan umat Islam berpolitik secara sentimentil dan emosional.

"Cara inilah yang terus dipelihara oleh elit-elit kelompok Islam politik untuk mempertahankan hegemoni politik atas umat," kata Hemdardi.

Hendardi juga melihat pandangan keagamaan MUI justru mengabaikan konteks yang disampaikan Ahok, yang mengajak warga beragama secara kritis dan berpolitik secara rasional.

Secara eksplisit, lanjut Hendardi pandangan resmi keagamaan MUI memihak calon tertentu.

Sedangkan dalam konteks politisasi agama, MUI secara jelas menggunakan isu agama untuk menghimpun dukungan politik bagi calon tertentu selain pasangan Ahok-Djarot.

"SETARA Institute berkepentingan, untuk mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara agama. Secara konstitusi dan etis tidak ada larangan untuk memilih pejabat publik hanya karena berbeda agama," ujar Hendardi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini