TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bakal calon gubernur DKI Jakarta. Anies Baswedan, menceritakan pengalaman masa mudanya yang memiliki kesan tersendiri tentang Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Cerita itu disampaikan kepada para pewarta ketika Anies blusukan ke Pasar Blok G Tanah Abang, pada Jumat (21/10/2016).
"Ketika SMA, saya rutin datang ke Tanah Abang. Kebetulan waktu kami di Yogya, di rumah ada usaha jual mukena, mukenanya home industry. Jadi kain dan rendanya selalu kami beli di Jakarta. Saya anak sulung yang dapat tugas kalau belanja renda ke Jakarta selalu ke Tanah Abang," kata Anies.
Baca: Reaksi Anies Baswedan Dipuji Ganteng Oleh Seorang Wanita
Baca: SMRC: Soal Ganteng, Agus Yudhoyono Menang Telak, Tapi Jakarta Tak Butuh Itu
Menurut Anies, saat itu, suasana Tanah Abang memang berbeda jauh ketimbang saat ini. Suasana berbeda yang dimaksud adalah kondisi pasar Tanah Abang saat ini yang semrawut dan macet, sehingga menimbulkan kesan tidak tertata dengan baik.
Tetapi, hal yang tidak berubah di Tanah Abang, menurut Anies, adalah perannya sebagai salah satu sentral tekstil terbesar di Asia Tenggara. Anies juga mengungkapkan, harga produk tekstil yang dijual di Tanah Abang cukup murah dan memiliki kualitas yang baik.
"Saya lihat Tanah Abang ini sebagai sebuah pasar yang punya pengaruh besar. Bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di Asia Tenggara. Karena itu, kalau menata Tanah Abang, jangan hanya untuk warga Jakarta, tetapi sebagai sentral ekonomi tekstil untuk banyak negara," tutur Anies.
Pengakuan penduduk di berbagai negara soal Pasar Tanah Abang dicontohkan Anies melalui pengalaman pribadinya. Ketika dia bepergian ke beberapa negara di Afrika, banyak orang yang dia temui tahu dan menanyakan tentang Pasar Tanah Abang.
"Maka dari itu, saya membayangkan, di Pasar Tanah Abang ini harus ada juga yang menunjukkan kalau ini sudah sejak tahun 1700-an. Saya ingin menunjukkan, Jakarta ini kota bersejarah, salah satunya Pasar Tanah Abang. Saya ingin ada satu tempat di Tanah Abang yang bisa memperlihatkan sejarah tempat ini," ujar dia.
Penulis: Andri Donnal Putera