TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jakarta Selatan selama ini dikenal sebagai salah satu wilayah elite di DKI Jakarta.
Tengok saja komplek hunian seperti Pondok Indah, Simprug Golf, atau kawasan Kemang yang berisi rumah-rumah mewah.
Bahkan, Kebayoran Baru dan Setiabudi terkenal sebagai salah satu daerah dengan harga tanah termahal di Ibu kota.
Meski demikian, bukan berarti semua warga Jakarta Selatan adalah orang kaya.
Data menunjukkan, hampir 145.000 warga Jakarta Selatan masih hidup dalam kemiskinan.
Mereka kini menjadi fokus sasaran pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Kota Jakarta Selatan.
"Saya yakin, kemiskinan di Jakarta Selatan sudah mulai berkurang karena program-program yang kita lakukan dapat menyentuh. Namun masih ada di beberapa titik yang terus kita gencarkan (untuk menanggulangi kemiskinan--Red)," ujar Walikota Jakarta Selatan Tri Kurniadi, saat kegiatan evaluasi dan monitoring penanggulangan kemiskinan di Jakarta Selatan, kemarin.
Menurut sumber data terpadu fakir miskin Provinsi DKI Jakarta, Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Jakarta Selatan masih ada 36.811 RTS yang terdiri dari 144.986 jiwa.
Tri tidak mengungkapkan wilayah mana yang menduduki peringkat sebagai wilayah paling miskin di Jakarta Selatan.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jika diurutkan wilayah dengan jumlah warga miskin terbanyak berturut-turut adalah Pasar Minggu, Tebet, Jagakarsa, Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Mampang Prapatan, Cilandak, Kebayoran Baru, Setiabudi, dan Pancoran.
Munculnya Pancoran sebagai wilayah paling bebas dari kemiskinan cukup mengagetkan.
Namun bila diperhatikan, meski tidak termasuk kawasan elite, bisa dibilang Pancoran juga tak memiliki kawasan kumuh.
Tri menerangkan, seharusnya wilayah Ibukota sudah dapat bebas dari kemiskinan, karena pemerintah telah membuat segudang program bantuan bagi rakyat miskin. Antara lain KJP, KJS, Bis Sekolah gratis, rumah susun, PPMK, Gakin, Bea Siswarawan putus sekolah, BOP, PKH, BOS, KUBE, PNPM MPK, Raskin, BLPS, BKM, BSM, Jamkesmas dan lain-lain.
Namun, dia mengakui belum optimalnya penanggulangan kemiskinan akibat berbagai hal.
Antara lain belum optimalnya program SKPD dan UKPD dalam penanggulangan kemiskinan, lemahnya koordinasi lintas sektoral-dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, lemahnya pendampingan dalam pemberian bantuan, serta lemahnya kesadaran masyarakat untuk bangkit dari kemiskinan.
"Peran kita selaku pemerintah harus sinergis, sistematis, dan terencana antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat yang fungsinya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Lakukan penanganan dan koordinasi dengan benar," bilang Tri.
Dia menambahkan, peran Tim Penggerak PKK juga harus terus dioptimalkan untuk dikembangkan menuntaskan kemiskinan. (Wartakotalive.com/Gopis Simatupang)