Menurut Tarmi, anjloknya omzet itu menyebabkan para tetangganya tidak mampu membayar sewa rusun.
Hal itulah yang membuatnya lebih memilih untuk menetap di Kampung Akuarium. "Biar cuma dapat dikit, tetapi enggak mikirin bayar tempat tinggal," ucap perempuan yang sudah tinggal di Kampung Akuarium sejak 1978 ini.
Pasca-digusur, Tarmi dan keluarganya menetap di bangunan semipermanen berdindingkan tripleks dan beratap seng di atas lahan bekas rumah lamanya yang sudah rata dengan tanah.
Terpantau, ada banyak rumah sejenis yang kini berdiri di Kampung Akuarium dan Pasar Ikan.
Selain rumah, warga membangun sebuah mushala yang juga dibangun dari tripleks dan seng.
Menurut Tarmi, kondisi yang terjadi di Pasar Ikan dan Kampung Akuarium kini kontras dibanding sebelum penggusuran.
Ia menilai, rumahnya dan rumah para tetangganya bisa digolongkan rumah layak huni ketika itu.
"Saya habis duit buat bangun rumah Rp 200 juta. Tetangga saya banyak yang sampai Rp 400 juta-Rp 500 juta," ucap perempuan asal Wonogiri, Jawa Tengah, ini.
Penulis: Alsadad Rudi