TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah orang tergabung dalam massa aksi 112 diduga menganiaya wartawan saat meliput di sekitar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2017).
Wartawan Metro TV, Desi Fitriani, dan kameramennya, Ucha Fernandez, awalnya sedang meliput gelaran doa dan zikir bersama umat Islam tersebut, tapi dianiaya oleh sejumlah orang.
Atas kejadian ini Desi dan Ucha membuat laporan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan terlapor massa unjuk rasa yang masih dalam penyelidikan.
"Pelapor dipukul menggunakan bambu atau kayu pada bagian kepala," demikian uraian kejadian seperti tercantum dalam laporan Desi ke polisi.
Sementara Ucha sebagai kameramen Metro TV kepala dan badannya dipukul dan ditendang massa. Akibat kejadian ini pelapor memar di kepala dan sakit di sekujur badan.
Ada pun kameramen Global TV, Dino, merasa tertekan oleh massa. Ia merasa terintimidasi secara verbal. Petugas segera mengamankan mereka untuk masuk dalam Gereja Katedral,
Menyikapi kekerasan sistematis sekelompok orang terhadap wartawan saat meliput, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pusat sangat mengecam dan mengutuk keras.
"IJTI dan Satgas Anti Kekerasan Dewan Pers akan mengadvokasi dan menyelidiki kasus tidak beradab yang dilakukan sejumlah oknum saat aksi damai," ujar Ketua Umun IJTI Yadi Hendrayana dalam keterangannya terpisah kepada media.
Dalam kasus ini, Yadi menilai, ada dua peristiwa hukum, yakni pemukulan sebagai delik umum yang legal standingnya berada pada korban langsung, bukan pada perusahaan.
Kedua, terkait penghalangan kerja sebagaimana diancam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers, mengacu Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) yang legal standingnya ada pada perusahaan pers.
"IJTI mengimbau terhadap semua pihak, agar menghormati profesi jurnalis yang pada dasarnya dilindungi undang-undang," Yadi menambahkan.