"Saya yakin betul, saya mempertanggungjawabkannya kepada Bapak Presiden (Joko Widodo) apa yang sudah saya putuskan belum memberhentikan (Ahok)," ujar Tjahjo, beberapa waktu lalu.
Keputusan mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menuai protes.
Bahkan, sebagian fraksi di DPR ingin menggunakan hak angket untuk mempertanyakan keputusan Mendagri.
Ahok dianggap tidak bisa lagi aktif menjadi Gubernur DKI karena status hukumnya sebagai terdakwa perkara dugaan penodaan agama.
Mendagri kemudian melayangkan permintaan penerbitan fatwa kepada Mahkamah Agung untuk memperjelas ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Belakangan, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa seyogianya hal itu tidak memerlukan fatwa MA.
Persoalan itu bisa diselesaikan oleh biro hukum di Kemendagri.
Berdasarkan Pasal 83 UU tentang Pemda, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.
Namun, pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara itu, Pasal 156 a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
Oleh karena itu, Kemendagri akan terlebih dahulu menunggu tuntutan jaksa, pasal mana yang akan digunakan.
Penulis: Kurnia Sari Aziza