TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek kereta cepat ringan atau Light Rapid Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek) diperkirakan bakal mangkrak.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, kepastian pembiayaan proyek menjadi faktor utama yang berpotensi membuat proyek LRT Jabodebek ini tak akan selesai.
Menurut Faisal Basri, proyek ini bagaikan 'kawin kontrak' yang sangat dipaksakan.
Proyek ini sendiri ditaksir menelan dana sebesar Rp 23,3 triliun.
Baca: Kesulitan Pembiayaan LRT Jangan Hanya Mengandalkan PSO
Baca: Ahok Ingin Pamer Saat Atlet Asian Games 2018 Datang ke Jakarta Naik LRT
PT Adhikarya (Persero) Tbk (ADHI) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) harus mencari pendanaan sendiri setelah ADHI mendapatkan Penyertaan Modal Negara yang sangat terbatas.
"Kalau KAI disuruh cari utangan sendiri, enggak mungkin bisa. Dia PSO," kata Faisal Basri, Selasa malam (7/3/2017).
Sementara itu, kemampuan berutang ADHI menurut sumber Faisal Basri sebenarnya masih cukup longgar, hingga Rp 18 triliun.
Akan tetapi, jika kekurangan dana sebesar Rp 17,6 triliun semua ditanggung ADHI, maka proyek ADHI yang lain tidak bakal kebagian.
"Kalau diserap untuk LRT semua, proyek yang lain akan terlunta-lunta," ucap mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu.
Skenario lain, KAI yang belakangan juga ditunjuk tidak hanya sebagai operator tetapi juga investor, kalaupun mau disuntik APBN, kemungkinan akan ada penolakan dari DPR.
Dalam APBN 2017, tidak ada anggaran yang dicadangkan untuk suntikan ke KAI.
"Makanya rencananya Rp 4 triliun akan disisipkan di APBN-P 2017. Masalahnya kalau ADHI disuntik lagi lewat KAI ini, DPR enggak bakal setuju," kata Faisal Basri dengan nada yakin.
Akhirnya, menurut Faisal Basri, pemerintah mengerahkan seluruh bank-bank pelat merah untuk keroyokan memberikan pinjaman untuk proyek LRT.
Masalah lagi, kata dia, karena bank pemerintah untuk proyek pemerintah, maka bunganya harus rendah.
"Jadi distorsinya kemana-mana. Karena bunganya harus rendah maka keuntungan bank-bank ini akan tertekan," imbuh Faisal Basri.
Tol Trans Sumatera
Selain LRT, dia juga menilai beberapa proyek infrastruktur yang masuk dalam pipeline pemerintah sebenarnya kurang prioritas. Faisal Basri menyebut diantaranya, jalan tol trans Sumatera sepanjang 2.000 kilometer (khusus untuk ruas-ruas tidak komersial), kereta api trans Sulawesi, tol laut khusus ternak, dan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Pemerintahan pun diminta benar-benar memilih mana proyek yang prioritas dan tidak menghambur-hamburkan anggaran.
"Jadi saya bilang, ini APBN kayaknya konservatif. Tetapi, masih ngaco. Makanya satu-satunya jalan adalah sunat proyek infrastruktur yang 'ngaco'," kata dia.
"Saya enggak anti infrastruktur. Tetapi yang 'ngaco', yang enggak perlu hilangkan," pungkas Faisal Basri.
Penulis: Estu Suryowati