TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Andi Muttaqien, menilai upaya Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang akan memproses hukum aktivis Veronica Koman, berlebihan.
Padahal, menurut dia, apa yang dilakukan Veronica saat orasi itu hanya penyampaian ekspresi kekecewaan, karena Basuki Tjahaja Purnama ditahan atas kasus penistaan agama.
"Sangat berlebihan kalau Mendagri akan memproses. Konteks Veronica adalah dalam menyuarakan ekspresi kekecewaannya," tutur Andi Muttaqien, kepada wartawan, Jumat (12/5/2017).
Dia mengklaim, masih banyak yang lebih pantas untuk diajukan ke proses hukum daripada pernyataan Veronica. Tindakan, Mendagri Tjahjo Kumolo akan makin memperburuk situasi kebebasan ekspresi di Indonesia.
"Kami akan siap mendampingi Veronica jika dia akan dipolisikan. Mendagri harus patuhi arahan Jokowi untuk menjamin kemerdekaan pendapat dan berekspresi sebagaimana disampaikan saat World Press Freedom Day," tambahnya.
Aktivis, Veronica Koman Liau, memilih bungkam saat ditanya mengenai orasi yang disinyalir menyinggung pemerintah Joko Widodo.
Dia berorasi menuntut pembebasan Basuki Tjahaja Purnama di depan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5/2017), atau setelah majelis hakim memvonis pidana penjara selama dua tahun atas kasus penistaan agama.
"Untuk sementara, saya belum ada komentar dulu," tutur Veronica Koman, kepada wartawan, Jumat (12/5/2017).
Orasi di hadapan massa pendukung Ahok itu membuat Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, berang. Tjahjo mengultimatum wanita yang pernah aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta itu meminta maaf.
Tak hanya itu, dia juga menyebarluaskan identitas pribadi dan KTP Veronica ke sebuah grup Whatsapp wartawan yang biasa meliput kegiatan Kementerian Dalam Negeri.
Ucapan Veronica itu direkam dalam bentuk video, lalu, viral di media sosial. Dikutip dari video itu, seorang orator menggebu-gebu mengomentari putusan majelis hakim yang tidak adil. Bahkan orator itu menyebut rezim Joko Widodo lebih parah dibandingkan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Hari ini, kita dipertontonkan oleh peradilan yang nista. Tidak ada itu istilah penistaan agama. Yang ada adalah peradilan yang sangat nista dan hakim yang nista,” teriak seorang pendukung Ahok menggunakan pengeras suara.