TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok memvonis terdakwa pembunuhan Shendy Eko Budianto (27) dan Ahmad Sanusi (20) di lahan kosong di Sukmajaya dengan kopi bercampur racun ikan atau potasium sianida pada September 2016 lalu, Anton Hardianto (32) diganjar dengan hukuman seumur hidup, Senin (22/5/2017).
Anton Hardianto dalam aksinya bermotif hendak memiliki mobil New Avanza milik Ahmad di mana setiap hari mobil dibawa Shendy untuk taksi online.
Kedua korban yakni Ahmad dan Shendy diketahui murid sebuah perguruan fiktif dengan Anton sebagai pemimpinnya dan merekayasanya.
Vonis hukuman seumur hidup PN Depok lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman mati.
Putusan vonis dibacakan Hakim Ketua Tri Joko yang didampingi hakim anggota Sri Rezeki M dan Linda Trimurti Arsih.
Dalam pembacaan putusannya, Majelis Hakim menilai pembunuhan berencana yang dilakukan Anton terbukti.
Dimana Anton mengaku bisa menggandakan emas untuk memperdayai Shendy dan Ahmad sehingga mau diajak ke lahan kosong di Kampung Serab, Sukmajaya, Depok.
Namun, nyatanya Anton sudah menyiapkan kopi bercamput potas atau racun ikan atau potasium sianida untuk diberikan ke Shendy dan Ahmad. Ia memaksa kedua korban meminum kopi beracun itu karena merupakan bagian dari riual penggandaan emas.
Setelah meminum kopi beracun, keduanya langsung meninggal dunia di lokasi kejadian.
Lalu Anton membuang jenasah keduanya di dua tempat berbeda di kawasan Limo, Depok dengan menggunakan mobil korban yakni Ahmad berupa Toyota Avanza warna putih B 2963 TFT.
Mobil itulah yang menjadi motif Anton membunuh keduanya. Anton kemudian mengajak rekannya untuk menjual mobil tersebut ke Palembang. Namun baru sampai di Lampung, Anton dan Riyadi dibekuk polisi.
"Karenanya terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan pembunuhan berencana sesuai Pasal 340," kata majelis hakim Tri Joko.
Majelis hakim lalu memutuskan Anton dihukum seumur hidup.
Atas putusan majelis hakim yang lebih rendah dari tuntutan jaksa, JPU Kozar mengaku akan pikir-pikir dahulu apakah akan banding atau tidak.
Sementara terdakwa Anton bersama kuasa hukumnya setelah sempat berkonsultasi sesaat, mengaku menerima putusan tersebut.