TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil I Ketua Bidang Litbang KONI Pusat, DR.dr. H.Zainal Abidin, DSM, Internist, Sp.GK, mengalami "musibah".
Tanah miliknya seluas 4600 meter di kawasan Kampung Kaliabang, Kotamadya Bekasi, sudah belasan tahun ini "diambil paksa" oleh pihak lain.
Selama itu pula Zainal Abidin yang pernah menjadi pembina PB PBSI di masa kepemimpinan Pangab dan kemudian Wapres Try Sutrisno dan kini aktif membina olaahraga dayung itu seperti terpasung.
Ia tidak bisa memasuki lahan miliknya sendiri, karena tanah miliknya sudah ditutup, dipagar dan dilibas oleh pihak lain yakni sebuah perusahaan pengembang yang berafiliasi dengan Grup W.
"Coba bayangkan, saya sebagai pemilik tanah yang sah justru tidak bisa masuk ke lahan milik saya sendiri. Masyarakat juga sudah lama tidak bisa lagi bermain sepakbola disana. Sangat menyakitkan," ungkap Zainal Abidin.
DR. Zainal Abidin yang didampingi Andi Suhandi, menantunya, menuturkan, beberapa hari lalu ada perwakilan dari pihak pengembang yang mendatangi ketua RW setempat untuk meminta tandatangan terkait rekomendasi pengurusan izin guna pendirian pembangunan proyek mereka. Namun, permintaan perwakilan pengembang tersebut ditolak oleh Mardi Kusno, ketua RW setempat.
"Mereka sampai tanya, sebetulnya apa sih maunya pak RW dan masyarakat? Jawab pak RW, selesaikan dulu urusan dengan dokter Zainal, baru kami tandatangani. Akhirnya perwakilan pengembang itu balik kanan," papar Zainal Abidin, yang selama 16 tahun antara 1970 hingga 1986 menimba ilmu olahraga di Jerman.
"Saya bersyukur, berterimakasih dan sangat mengapresiasi sikap pak RW dan pak RT yang amanah ini. Tentu karena mereka sadar betul bahwa tanah itu memang milik saya, bukan milik pengembang tersebut," jelas Zainal Abidin, yang sebelumnya menjabat Ketua Bidang Sport Science & Iptek KONI Pusat itu.
Kasus pemasungan tanah miliknya itu sudah disampaikan pula kepada pimpinan KONI Pusat, termasuk Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman. Mereka mendukung Zainal Abidin memperjuangkan pengembalian tanahnya.
Dokter Zainal Abidin juga mengadukan kasus pemasungan tanahnya tersebut kepada berbagai pihak terkait, termasuk Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata. Ia juga sudah menyampaikan permasalahannya kepada Walikota Bekasi, Dr.H.Rahmat Effendi.
"Saya sudah ceritakan kesemuanya, termasuk adanya pemalsuan tanda tangan saya untuk surat kuasa. Pemalsuan tanda tangan itu sudah pula saya laporkan ke pihak kepolisian. Sudah ada pula keterangan tertulis dari kepolisian, sekaligus memberikan hasil penelitian labkrim yang menyatakan bahwa tanda tangan itu adalah palsu atau karangan," papar Zainal Abidin.
Ironisnya, hasil pemeriksaan Puslabfor Mabes Polri yang harusnya dipatuhi itu tidak direspon oleh pihak terkait, khususnya pengembang. Ini membuktikan kepongahan dan arogansi pengembang, karena mengabaikan atau tidak memperdulikan hasil labkrim yang diterbitkan secara resmi oleh institusi/lembaga negara.
"Termasuk pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sudah berulangkali kami informasikan baik secara lisan dan tertulis bahwa dilapangan ada tanah yang belum dibebaskan atau tanah sengketa. Namun, mereka mengabaikannya. Mereka tetap menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama pengembang," tutur Andi Suhandi.
"Padahal dalam Perda jelas tertulis, untuk obyek dalam status sengketa, tidak boleh diterbitkan izin," tegas Andi.
Dokter Zainal Abidin kini berencana membawa perkara pemasungan tanahnya ini ke berbagai institusi penegak hukum yang lebih besar, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sudah lama terpikirkan oleh saya untuk membawa perkara ini ke KPK, seandainya eksekutif serta penegak hukum setempat dan pihak pengembang tetap mengabaikan fakta-fakta dan kebenaran yang saya perjuangkan," kata dokter yang turut berperan dalam pencapaian besar pemain bulutangkis Indonesia di era 1991-1995 dan 1995-1999 itu, termasuk suksesnya Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti merebut medali emas di Olimpiade Barcelona 1992 itu.
KRONOLOGIS
DR. Zainal Abidin memaparkan, tanah seluas 4600 meter itu berasal dari warisan ayah dan ibunya, almarhum Matali dan almarhumah Hj.Masturoh. Tanah seluas itu diberikan kepadanya dengan dokumen pada saat itu berupa bukti Letter C/Girik berdasarkan Buku Penetapan Huruf C No 783 atas nama dr. H.Zainal Abidin.
"Seluruh warga Kampung Kaliabang mengetrahui bahwa tanah tersebut milik saya. Sudah sejak tahun 1954 tanah saya tersebut dimanfaatkan oleh warga Kampung Kaliabang sebagai lapangan sepakbola," ungkap Zainal Abidin.
Pada 1970, hingga 1986, Zainal Abidin mendapat tugas belajar dan bekerja sebagai dokter di Jerman Barat. Ia kembali ke tanah air dikarenakan juga ada permintaan dan ajakan dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) saat itu, Dr.Abdul Gafur, untuk turut membina olahraga di Indonesia. Pulang ke Indonesia, Zainal Abidin langsung berperan dalam pengembangan olahraga prestasi, diantaranya di bulutangkis, renang dan dayung.
"Hingga tahun 2013 tanah milik saya itu masih dimanfaatkan oleh masyarakat Kaliabang sebagai tempat bermain, termasuk pertandingan sepakbola," papar dokter Zainal Abidin.
Namun, masih di tahun 2013, lahan miliknya dipagar, sehingga menutup akses warga kampung yang akan bermain di lahan tersebut. Pada saat hujan lebat, menimbulkan genangan air dan banjir di sekitarnya.
"Saya sebagai pemilik sah atas tanah tersebut juga kesulitan untuk mendapatkan akses masuk untuk melihat tanah saya. Padahal saya tidak pernah menjual dan memindahtangankan kepemilikannya kepada siapapun," kata Zainal Abidin.
Saat mencari tahu penyebab pemagaran lahan miliknya itu, dokter Zainal Abidin dan Andi Suhandi, menantunya, memperoleh fakta mengejutkan, yaitu adanya akte jual beli (AJB) dan juga kopi sertifikat No 126 atas nama Djainul Abidin Bin Matali, yang kemudian diubah menjadi Teriyati Setiadi tertanggal 03 Agustus 1977.
"Artinya sudah terjadi pemalsuan dokumen tanah atau setidak-tidaknya menggunakan dokumen palsu untuk memindahtangankan (menjual) tanah saya tersebut," jelas dokter Zainal Abidin.
Sebagai warga negara yang patuh terhadap perundang-undangan, dr Zainal Abidin kemudian melaporkan hal tersebut RT, RW, Lurah, hingga Pemerintah Kota Bekasi. Sebagai tindak lanjutnya, dikeluarkan Surat Peringatan (SP1, SP2 dan SP3). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan. Pemagaran dan pengurukan terus dilakukan oleh pengembang.
Dr.Zainal Abidin merasa telah melakukan semua upaya, tak terkecuali mengadu ke Komisi A DPRD Kota Bekasi dan Walikota Bekasi. Namun, peringatan dari pihak legislatif dan eksekutif tersebut tidak diindahkan oleh pihak pengembang.
Ia juga bahkan sudah meminta advokasi dan mendelegasikan penyelesaian permasalahan tanahnya kepada Tim Advokasi Suyitno Landung. Dr.Zainal Abidin dan tim advokasi Suyitno Landung inilah yang kemudian melaporkan perkara tersebut kepada Kepolisian Resort Bekasi Kota.
Setelah dilakukan pengujian barang bukti berupa surat kuasa yang diduga ada tandatangan Dr Zainal Abidin yang dipalsukan, Puslabfor Mabes Polri menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan labkrim terdapat tandatangan DR.Zainal Abidin dalam surat kuasa No 2 tahun 1976 adalah tandatangan karangan atau palsu.