TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah, menyesalkan kebijakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang memutus aliran listrik di tiga sekolah negeri di Jakarta Barat.
Menurutnya, PLN memberikan toleransi kepada sekolah-sekolah yang baru satu bulan menunggak pembayaran.
"Kita selama ini sama PLN baik-baik saja, gak pernah ada utang yang sangat kronis begitu. Kalau ada keterlambatan sedikit (karena) ada sistem penganggarnya, harusnya dia (PLN) ngerti juga," kata Saefullah kepada wartawan di Balai Kota, Rabu (26/7/2017).
Saefullah mengatakan, PLN harusnya memberi kelonggaran soal hal ini, apalagi menyangkut pendidikan.
Dia juga menyindir gardu PLN banyak menggunakan aset milik Pemprov DKI, tapi tidak pernah dipermasalahkan.
"PLN banyak juga pakai aset kita. Kan banyak gardu-gardu PLN yang ada di aset pemerintah DKI. Harusnya ngertilah, kok main putus aja, itu kan mengganggu proses belajar mengajar, apalagi kalau di sana ada komputer. Saya rasa kurang elok kalo PLN main putus aja," kata Saefullah.
Saefullah hanya berharap agar pengurus sekolah dapat mengatur keuangan bantuan operasional sekolah agar hal serupa tidak terulang.
"Kalau perencanaan dia (sekolah) bagus, keluar pada triwulan berapa, berapa, kenapa harus pakai dana cadangan? Orang anggarannya ada," kata Saefullah.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
Diketahui, sekolah-sekolah yang dipadamkan oleh PLN yakni SMA Negeri 112 di Meruya, Kembangan, SMA Negeri 85 Srengseng dan SMA Negeri 65. Sekolah-sekolah tersebut belum membayarkan tagihan listrik pada Juli 2017.
Kasudin Pendidikan Wilayah 2 Jakarta Barat, Uripasih mengatakan, sekolah-sekolah tersebut belum membayar tagihan listrik dikarenakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) belum dicairkan. Dana BOS di Jakarta dicairkan setiap tiga bulan.