TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - MS(24) seorang oknum pesantren ditetapkan jadi tersangka oleh polisi karena melakukan pembakaran umbul-umbul merah putih di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
MS merupakan staf pengajar dan petugas keamanan di Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud, Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kapolres Bogor, AKBP Andi M Dicki menjelaskan, kejadian informasi pembakaran umbul-umbul merah putih itu sendiri berawal dari laporan warga setempat terkait adanya seseorang yang tengah membakar umbul-umbul.
"Kejadiannya Rabu (16/8/2017) malam sekira pukul 08.30 WIB, umbul-umbul yang ada di sisi jalan baru terbakar sedikit," katanya.
Ketika itu, pelaku justru melarikan diri lantaran dipergoki sejumlah warga yang melihat kejadian tersebut. "Yang bersangkutan lari ke arah Ponpes tersebut dan masuk ke dalam karena diteriaki warga," jelasnya.
Selang beberapa saat, sejumlah warga lainnya pun langsung berkumpul di sekitaran Ponpes tersebut. "Jadi saat polisi melakukan penyelidikan, warga memang sudah berkumpul sejak malam, dan puncaknya itu setelah perayaan 17 Agustus, kami pun mengerahkan personel untuk antisipasi adanya tindakan anarkis," terangnya.
Andi menjelaskan, ketika itu pihak kepolisian bersama unsur Muspika serta tokoh agama langsung melakukan komunikasi dengan pihak Ponpes.
"Setelahnya kita mengamankan terduga pelaku, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap 26 saksi dan didapatkan satu tersangka," katanya.
Pasca kejadian tersebut, lanjutnya, aktivitas di Ponpes maupun di sekitar Ponpes kembali normal.
"Aktivitas di Ponpes masih berjalan ada sekitar dua ratus orang di dalamnya, untuk 29 saksi yang diperiksa hari ini dipulangkan," ujarnya.
Kegeraman warga Kampung Jami, Desa Sukajaya, Tamansari, Kabupaten Bogor ketika menemukan umbul-umbul merah putih terbakar mengarah pada Pondok Pesantren Tahfidz Al Qur'an Ibnu Mas'ud.
Kecurigaan warga diperkuat dengan sejumlah saksi yang melihat saat umbul-umbul tersebut dibakar.
Menurut warga sekitar, Muhamad Iting (56), pondok pesantren tersebut memang dikenal sangat tertutup. Para santri bahkan tak diperkenankan untuk berkomunikasi dengan pribumi.
"Jadi dia selalu tertutup, santrinya ditanya, enggak boleh ada yang keluar, kecuali saat waktu olahraga, ya, tapi dikawal," ujarnya.
Santri yang menuntut ilmu di pesantren tersebut, kata Iting, mayoritas bukan warga Bogor. Selain tak pernah berkomunikasi, santri dan pengelola pesantren juga hampir tak pernah melibatkan warga, atau sekadar mengundang bila mengadakan acara keagamaan.
"Semua orang luar Bogor enggak ada yang orang sini, warga juga enggak pernah salat di sini. Soal ajarannya, ditanya dia cuma Alquran saja ngakunya," katanya.
Iting juga menduga, pesantren yang dihuni ratusan santri itu belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).
"Kalau ada ibadah malam Jumat, tidak ada ajakan kepada warga, masing-masing saja, saya juga enggak tahu itu di dalamnya orang mana saja," ungkap Iting.
Ia juga menambahkan para santri biasanya keluar pada hari Jumat, itu pun hanya olahraga lari-lari di desa tersebut.
Kapolres Bogor, AKBP Andi M Dicky menjelaskan motif pelaku pembakaran umbul-umbul merah putih di Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor karena anti terhadap NKRI.
"Motif ketika ditanya, yang bersangkutan tidak setuju dengan NKRI kemudian emosi melihat siaran televisi dan langsung marah," jelasnya.
Andi melanjutkan bahwa, pelaku ketika itu merepresentasikan umbul-umbul merah putih tersebut sebagai negara Indonesia. "Pelaku kemudian membakar umbul-umbul yang di sisi jalan itu dibakar, tidak menyeluruh hanya sebagian," katanya.
"Yang bersangkutan dikenakan dengan pasal pidana yang diatur undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan, kemudian pasal KUHPnya kita lapis yakni pasal 187 soal pembakaran dan 406 pengrusakan," tambah Andi.
Ketua Umum PP GP Ansor H. Yaqut Cholil Qoumas mengecam tindakan oknum pengurus Pesantren Ibnu Masud, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor terkait pembakaran umbul-umbul merah putih jelang hari kemerdekaan Indonesia.
Menurutnya, tindakan tersebut merupakan penghinaan dan provokasi yang hanya layak dilakukan oleh penjajah.
"Karena negeri ini merdeka oleh darah pejuang, syuhada khususnya para kyai dan umat Islam, dan sangat kontradiktif kalau ada lembaga menamakan "pesantren" yang merupakan simbol pendidikan Islam, tapi melakukan pengkhianatan pada kemerdekaan negeri ini," jelas Gus Yaqut, sapaan akrab Yaqut Cholil.
(fal/kar/wly)