News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jual Data Nabasah Sejak 2014, Sebulan Kantongi Rp 5 Juta

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sindikat penjual data nasabah bank membuat nasabah dirugikan. Mereka jadi pasar empuk aneka penaawaran mulai kartu kredit, asuransi melalui pesan pendek, email hingga telepon langsung.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penjualan data nasabah membuat C, pria berusia 27 tahun mendulang rupiah dalam jumlah jutaan. Setiap bulan, C ditengarai mendapatkan uang hingga Rp 5 juta.

"Tiap bulan kurang lebih Rp 5 juta. Itu dari 2014," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

C mengumpulkan data nasabah sejak 2010. Ia pernah bekerja di perusahaan forex sebagai marketing. Pekerjaan awal C membuat dirinya dengan mudah bisa mengambil data nasabah. Apalagi, beberapa kali, C bisa meminta data nasabah melalui rekan sesama tenaga marketing.

"Kami masih dalami dia cari sumber data dari mana saja," kata Agung.

C menjual paket Rp 350.000 untuk 1.000 data nasabah sampai paket Rp 1.100.000 untuk 100.000 data nasabah per paket database. Data tersebut disimpan di cloud storage yang total ukurannya mencapai 13 gigabite data nasabah.

Baca: Fahri Hamzah Ditegur Jokowi Mengapa Rajin Mengkritik KPK?

"Terdapat banyak sekali data terkait dengan nasabah prioritas, pengguna HP di kota-kota tertentu, kemudian juga ada data pemilik apartemen, pemilik mobil mewah. Itulah yg kemudian mereka jual belikan," ujar Agung.

Selain melalui situs jawarasms.com, databasenomorhp.org, layanansmsmassal.com, walisms.net, dan akun Facebook dengan nama "Bang haji Ahmad”, C juga memasarkan dagangannya ke situs jual beli online (e-commerce).

Agung memastikan pihaknya akan memeriksa perusahaan tersebut untuk pendalaman kasus.

"Saya pikir perlu penjelasannya bagaimana yang bersangkutan (e-commerce) menerima untuk menawarkan produk ini kepada masyarakat," kata Agung.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap C pada Sabtu (12/8/2017). Tersangka menggunakan uang hasil penjualan data nasabah untuk keperluan pribadi semenjak tahun 2014.

Menurut Agung, penyidikan bermula saat ada laporan masyarakat yang terganggu karena ada pihak-pihak yang menawarkan produk kartu kredit dan asuransi melalui telepon. Padahal, pemilik nomor tersebut tak memberi nomor pada orang asing.

Pembeli yang tertarik akan menghubungi nomor telepon yang tertera pada situs tersebut. Kemudian, pembeli mengirimkan sejumlah uang ke rekening tersangka.

"Setelahnya tersangka memberikan link untuk mengunduh file database nasabah yang telah dia simpan dalam cloud storage," kata Agung.

Dari tindak kejahatan yang sudah dilakukan tiga tahun terakhir, C menikmati penghasilan tersebut untuk keuntungan pribadi.

Penyidik mengamankan sejumlah barang bukti, yakni empat ponsel, slip setoran transfer, satu buku tabungan bank Mandiri dan kartu debitnya, dan beberapa lembar tanda bukti pengiriman JNE.

Agung mengatakan, penyidik menduga C tidak bekerja sendiri. Oleh karena itu, pihaknya tengah menelusuri jaringan penjualan data nasabah yang terafiliasi dengan C.

Selain data nasabah bank, penyidik menemukan juga data pemilik apartemen, pemilik mobil mewah, dan data-data pribadi lainnya.

Agung menegaskan, data nasabah perbankan harus dilindungi kerahasiaannya. Bahkan, pihak bank pun tidak boleh mengambil informasi data nasabah selain kepentingan perbankan.

"Dengan tindakan yang dilakukan oleh tersangka, berdampak kerugian terhadap nasabah dan kepercayaan nasabah terhadap bank akan hilang," kata Agung.

Atas perbuatannya, C dikenai Pasal 47 Ayat (2) jo Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang ITE dan atau Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 379a KUHP dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto meyakini, kasus praktik jual beli data nasabah juga melibatkan orang dalam.

"Kami perkuat internal karena jual beli ini kan pasti dari internal juga," ujar Suprajarto usai acara penandatangan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Berbeda dengan BRI, Suprajarto memastikan BRI telah memiliki sistem deteksi dini penyelewengan data nasabah. Dengan sistem itu, BRI bisa mengetahui siapa yang mengambil data itu dan ke mana data itu diberikan.

Menurut Suprajarto, sistem deteksi dini itu dibuat agar karyawan tidak melakukan tindakan yang melanggar ketentuan kerahasiaan bank. Meski begitu, jaminan 100 persen aman belum bisa diberikan.

"Tapi kami akan berupaya semaksimal mungkin agar data nasabah itu enggak ke mana-mana," kata Suprajarto. (sen/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini