Setibanya di RS pada Minggu dini hari, sekitar pukul 03.40 WIB, bayi Debora langsung diberi penanganan pertama oleh petugas jaga. Namun, kondisinya belum pulih dan RS menyarankan agar Debora ditangani di Intensive Care Unit (ICU).
Keterangan yang berbeda adalah ketika bayi Tiara Debora hendak dirawat di ICU.
Menurut Rudi dan Henny, mereka ingin anaknya segera dirawat, tetapi pihak RS tidak bisa menerima Debora karena uang muka perawatan sekitar belasan juta belum bisa diberikan mereka saat itu.
Sementara, pihak RS mengaku justru Rudi dan Henny yang menolak anaknya dirawat di ICU dan meminta mereka mencari RS lain yang menerima pasien BPJS Kesehatan sehingga memakan waktu lama.
Selama mencari RS yang menerima BPJS tersebut, kondisi bayi Debora semakin parah dan kemudian meninggal dunia.
Dorong ikut BPJS
Koesmedi juga berjanji pihaknya akan ikut mendorong seluruh rumah sakit swasta di Jakarta bergabung dengan BPJS.
Baca: Terjebak Reruntuhan Gudang yang Terbakar, Petugas Damkar Meninggal Saat Operasi Pemadaman
Cara itu, katanya, merupakan solusi utama agar peristiwa yang dialami bayi Debora tak terulang lagi.
"Tapi BPJS juga yang mesti mendorong lebih kuat," kata Kusmedi kepada Wartakotalive.com, Minggu.
Kusmedi menjelaskan, memang ada aturan bahwa pasien gawat darurat mesti segera ditangani tanpa memikirkan pembayaran.
Namun ada masalah juga rumah sakit swasta yang tak tergabung dengan BPJS akan kesulitan mendapatkan pembayaran apabila ternyata pasien gawat darurat yang ditangani tak memiliki dana cukup.
Makanya Kusmedi berharap agar rumah sakit swasta bergabung dengan BPJS, sehingga tak ada lagi kebimbangan petugas menangani pasien gawat darurat yang tak mampu membayar sebelum penanganan. (ote/ajg/Kompas.com)