Kecenderungan anak-anak mengonsumsi obat stres tersebut, dikatakan memiliki alasan sendiri. Kata dia, anak-anak dapat mengakses informasi secara luas dari dawai yang mereka pegang.
Informasi yang didapatkan, lanjut Fidiansjah, belum tentu semuanya baik dan dalam pengawasan orang tua. Sehingga, hal itu dapat membentuk karakter dan kejiwaan anak-anak.
"Belum tentu pesatnya perkembangan zaman dan teknologi, juga memberikan hal positif. Bisa jadi, tanpa pengawasan dari orang tua menjadi sebaliknya," ungkapnya.
Bahkan pada 2020, Indonesia dan beberapa negara di dunia lainnya, masalah kesehatan jiwa akan menempati urutan kedua setelah penyakit jantung.
Data dari WHO dan juga analisis serta penelitian dari Kementerian Kesehatan yang tengah berlangsung menunjukkan gejala itu.
"Data kuantitasnya belum bisa kami berikan. Tetapi kecenderungan itu sudah terlihat jelas," ujarnya.
Perintahkan Razia
Dua orang penjual tanpa kios di Pasar Pramuka, Jakarta sempat menawarkan obat kesehatan jiwa jenis Alprazolam kepada Tribun beberapa waktu lalu. Keduanya, menyebutkan obat jenis itu sedang dicari anak-anak muda di Jakarta saat ini.
"Ini lagi nge-tren sekarang. Hati-hati ketahuan polisi," kata seorang penjual kepada Tribun waktu itu.
Dia menjelaskan khasiat obat itu untuk menghilangkan depresi akut seseorang. Obat jenis Alprazolam itu juga disebut-sebut lebih ampuh dibanding obat PCC yang tengah menjadi perbincangan.
"Bagus ini daripada PCC," tandas pria itu seraya memperlihatkan obat berdosis 0,5 miligram tersebut.
Obat yang ditawarkan dengan harga Rp 70 ribu untuk delapan pil itu, kemudian Tribun tunjukkan kepada Kasubdit Pengawasan Direktorat Pengawasan BPOM, Wardono.
Kata dia, obat yang didapatkan oleh Tribun dari Pasar Pramuka sudah tergolong Narkotika dan dilarang peredarannya.
"Ini sudah Napza. Tidak boleh beredar," jelas dia saat ditemui usai konfrensi pers penemuan jutaan pil PCC di Direktorat Narkoba Mabes Polri, Jakarta.