TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pagi ini, Rabu (20/12/2017) Gubernur Jakarta Anies Baswedan menandatangani nota kesepahaman (MoU) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Kantor BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Penandatanganan MoU itu terkait kesepakatan kedua pihak untuk membangun ‘pilot project’ Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Bantar Gebang.
Menurut Anies kesepakatan ini merupakan jalan keluar alternatif bagi Jakarta yang merupakan satu produsen sampah terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 7 ribu ton per tahun.
“Tantangannya adalah bagaimana mengelola sampah sehingga tidak hanya menjadi barang yang dikirim ke Bantar Gebang tetapi untuk dikelola sehingga bermanfaat bagi warga Jakarta dan sekitarnya,” katanya.
Menurutnya solusi ini juga berguna bagi masyarakat sekitar TPST Bantar Gebang yang terdampak langsung dari menumpuknya sampah di sana.
Baca: Bareskrim Bongkar Kasus Pemalsuan Dokumen Kendaraan Bermotor
“Coba sekali-sekali datang ke Bantar Gebang dan apa yang terjadi di sana merupakan akumulasi dari kegiatan kita sehari-hari. Kalau kita tidak berusaha memotong setoran sampah ke sana maka kita bukan lah orang yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Anies juga mengingatkan bila proyek ini jadi diterapkan maka jumlah penggunaan sampah sebagai bahan baku PLTSA harus signifikan.
Sementara Kepala BPPT Unggul Priyanto menjelaskan bahwa peran Pemprov Jakarta dalam ‘pilot project’ itu adalah mensubsidi biaya proses penghancuran sampah sehingga bisa menjadi tenaga untuk menghasilkan listrik.
“Jadi dalam proses menghasilkan energi listrik ada sampah-sampah yang dihancurkan. Proses penghancuran itu lah yang membutuhkan subsidi.”
“PLTSA ini merupakan solusi bagi kota yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar karena bisa memusnahkan sampah dengan cara yang aman bagi lingkungan dan menghasilkan produk sampingan yaitu listrik. Jadi yang penting ada pada pengelolaan sampah, kalau listrik adalah produk sampingannya,” kata Unggul.