TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari lima ribu sopir taksi daring akan mengikuti aksi demonstrasi, Senin (29/1/2018) pagi.
Aksi tersebut akan dilakukan di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat.
Baca: Simak Foto Ini, Titiek Puspa Muda Ternyata Mirip Isyana
Dengan menuntut beberapa hal terkait dengan izin pengoperasian taksi daring.
“Kami pastikan besok kami jadi lakukan aksi unjuk rasa. Lebih dari 5.000 driver taksi online akan turun,” kata Aries Rinaldy, Koordinator Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) ketika dihubungi Warta Kota, Minggu (28/1/2018).
Aksi tersebut, lanjut Aries akan dimulai pada pukul 10.00. Dimana pihaknya akan berkumpul lebih dahulu di lapangan IRTI Monas.
“Dari IRTI kami akan menunju ke MK (Mahkamah Konstitusi) untuk mendukung sidang ke empat uji materil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, jam 10,” kata Aries.
Sementara, dalam aksinya nanti, pihaknya juga akan mempermasalahkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017. Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
“Selain ke MK kami juga akan ke Istana Negara di waktu yang sama,” kata Aries.
Beberapa aturan yang dipermasalahkan dalam Permenhub itu salah satunya mengharuskan mereka melakukan uji kendaraan bermotor (KIR), memasang stiker berukuran besar pada bodi kendaraan, memiliki SIM A Umum, dan bergabung dalam badan hukum apabila ingin tetap beroperasi.
“Apakah secara defacto dan dejure kita dikategorikan dalam transportasi publik. Bukankah transportasi online adalah transportasi tertutup yang hanya bisa dipesan lewat aplikasi dan dalam posisi terhubung dengan koneksi internet (daring),” katanya.
Baca: Miyabi Kenakan Kaus Bertuliskan Sepak Bola Indonesia: Ini Bukti Saya Cinta Indonesia
Pemerintah, lanjut Aries, salah fatal dalam memahami konteks ekonomi berbasis teknologi.
Golongan SIM A Umum berdasarkan Pasal 82 UU No 22 Tahun 2009 yaitu SIM A Umum untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
“Sangat jelas bunyi pasal tersebut. Jadi transportasi online tidak perlu driver mengubah sim A biasa menjadi A umum. Dalam hal ini tidak seperti yang dimaksud pada frasa, dipungut bayaran (transportasi publik), tetapi sebagai hak atas kewajiban yg telah dilakukan (prestasi) dalam perjanjian sewa menyewa 1548 KUH-Perdata,” jelasnya.
Perjanjian dapat tertulis atau tidak tertulis. Dengan menyetujui harga atas jasa di dalam aplikasi pelanggan artinya sudah terjadi kesepakatan.
“Selain itu, kendaraan pribadi yang digunakan untuk transportasi online adalah termasuk kedalam perjanjian sewa-menyewa yang menentukan harga atau jasa sesuai kesepakatan antara penyedia jasa dan penerima jasa yang difasilitasi dengan teknologi. Terkait keselamatan dijalan plat hitam ataupun plat kuning sama sama mendapatkan perlindungan Jasa Raharja,” ujarnya.
Tak hanya itu, menurut Aries, Kemenhub sendiri tidak mengikuti aturan yang mereka buat dalam PM 108 Yaitu yang mensyaratkan uji KIR diembose.
“Faktanya dilapangan uji kir masih diketrik dengan alasan belum ada surat dari Kemenhub ke Dishub pemprov di daerah-daerah sebagai pelaksana uji KIR,” katanya.(*)