News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Banjir di Jakarta

Tatkala Jakarta Dikepung Banjir

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga saat melewati banjir yang merendam sekitar Kampung Pulo, Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Selasa (6/2/2018), air masih melumpuhkan jalan raya arah Matraman. Debit air di sungai Ciliwung pun masih terpantau tinggi mencapai batas tampung sungai. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cuaca ekstrem yang terjadi di awal tahun ini membuat Jakarta kembali direndam banjir yang sering disebut banjir kiriman dari daerah yang lebih tinggi selama beberapa hari.

Namun, ancaman banjir Jakarta juga tak hanya muncul dari hulu sungai, tapi juga dari arah laut karena permukaan tanah yang terus menurun dan naiknya permukaan laut.

Pakar bioteknologi lingkungan Firdaus Ali mengamini hal tersebut.

"Banjir ini disebabkan karena badan air yang ada di Jakarta tidak mampu menampung air dari hulu. Tapi, ada ancaman pula banjir rob dari laut karena sebagian wilayah Jakarta terutama di pantai utara relatif ada di bawah sea level. Bahkan dalam keadaan normal,” kata Firdaus, Selasa (13/2/2018).

Penurunan muka tanah di banyak wilayah Jakarta ini diakibatkan air tanah yang diambil lebih banyak dari yang diisikan.

Baca: Jakarta Bakal Tenggelam Tanpa Reklamasi?

Menurut Firdaus, penurunan muka tanah ini bisa sampai 12 cm pertahunnya.

“Bahkan di beberapa titik pernah ada yang sampai 32 cm pertahun,” katanya.

Hal serupa juga dikatakan oleh Prof. Otto S.R. Ongkosongo peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurutnya, permasalahan penurunan muka tanah dan naiknya air laut di utara Jakarta ini sudah sangat kompleks.

“Tanahnya ambles, air laut juga naik. Pemerintah Provinsi DKI juga belum holistik, komprehensif dan menunjukkan keseriusan,” kata Otto.

Ancaman banjir karena permukaan air laut ini jelas serius dan mendesak. Solusi yang ditawarkan juga harus komprehensif dan tidak boleh main-main.

Otto juga mengibaratkan permasalahan banjir ini sebagai bom waktu yang terus ada dan terjadi saat laut pasang dan kiriman air dari hulu tinggi.

Firdaus berpendapat bahwa solusi untuk banjir yang datangnya dari air pasang adalah pembuatan tanggul yang terintegrasi.

“Tanggul pantai sudah ada, tapi ini kan ada batasnya. Kalau tanah terus turun, air justru bisa meluap ke sungai. Oleh karenanya kita juga perlu tanggul laut di lepas pantai,” kata Firdaus.

Tanggul lepas pantai yang sering disebut Giant Sea Wall ini berguna untuk mengatur ketinggian air di dalam tanggul tersebut.

“Sehingga kalaupun tanah di Jakarta turun terus, dasar sungai juga turun, air tetap masih bisa mengalir ke Teluk Jakarta karena akan ada pompa besar yang mengatur ketinggian air,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini