Laporan Reporter Kontan, Ramadhani Prihatini
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) mengajukan pengurangan subsidi public service obligation (PSO) ke pemerintah. Jika kemudian permintaan itu disetujui, maka tarif KRL yang selama ini mendapat subsidi akan menjadi tarif komersial.
Direktur Teknik dan Sarana PT KCI, Fredi Firmansyah mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan PSO tepat sasaran kepada Kementerian Perhubungan. Menurutnya dengan jumlah 75 stasiun di Jabodetabek, subsidi tarif diberikan kepada 965.623 penumpang KRL Commuter Line per hari.
Tidak hanya dinikmati orang miskin, subsidi tarif juga dinikmati masyarakat kelas menengah hingga atas. "Kami mengusulkan, supaya PSO itu tepat sasaran, diberikan langsung ke orang yang kurang mampu," ujar Fredi, Rabu (15/2/2018).
Fredi mengatakan, pihaknya perlu mendapat dukungan data Kementerian Sosial. Data terutama terkait warga miskin yang menggunakan KRL Commuter Line, sehingga bisa diberikan kartu khusus subsidi PSO.
Dengan kartu khusus itu maka warga miskin akan bisa menggunakan KRL Commuter Line lebih murah.
Baca: Jadi Semrawut, The Jakmania Parkir Sembarang di Trotoar Jalan Asia Afrika
Baca: Penjelasan Lengkap Dokter Gigi Widya Seputar Bahayanya Abothyl untuk Obati Sariawan
Sedangkan penumpang kelas menengah atas akan dikenakan tarif lebih mahal dari saat ini. "Sekarang seluruh penumpang bayar hanya 45%, sebab yang 55% ditanggung pemerintah. Nanti jika subsidi dicabut yang warga mampu akan bayar 100%," jelas Fredi.
Fredi berjanji jika usulan ini disetujui, penumpang tanpa subsidi tetap akan bisa menikmati tarif KRL terjangkau. Sebab tarif tanpa PSO, tarif maksimal Rp 13.000 untuk perjalanan rute terjauh.
Pada tahun 2017 nilai PSO yang diterima PT KCI sebesar Rp 1,26 triliun.
Nilai itu terserap habis karena jumlah penumpang meningkat 108% atau mencapai 315 juta penumpang sepanjang 2017. Jumlah PSO yang diterima PT KCI tahun 2017 naik dari tahun 2016 yang sebanyak Rp 1,07 triliun.
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno khawatir kebijakan itu akan mendorong peningkatan pengunaan kendaraan pribadi sehingga kemacetan makin menjadi jadi.
Solusinya pemerintah bisa melakukan bertahap di akhir pekan. "Karena subsidi ini intinya untuk hari kerja, bagi orang yang menggunakan KRL," kata Djoko.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi juga mengtakan, dalam konteks transportasi masal pendekatan yang dilakukan tidak harus kaya atau miskin.
Sebab angkutan umum punya tujuan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. "Tarif murah itu insentif bagi penguna KRL agar rela meninggalkan kendaraan pribadinya," jelasnya.