TRIBUNNEWS.COM -- Yuswar Zainul Basri, pria 74 tahun, tengah duduk diruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Ia begitu seksama memperhatikan pernyataan saksi yang dihadirkan dalam persidangan di ruang Candra, pada Rabu (28/3/2018).
Yuswar adalah mantan Dewan Guru Besar Universitas Trisaksi Jakarta sekaligus Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Trisakti. Dalam dua bulan terakhir ini, Yuswar memang sering terlihat di PTUN Jakarta yang khusus menyelesaikan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara.
Kehadirannya di dalam persidangan tak lain untuk mengawal gugatan yang ia daftarkan pada 20 Desember 2017 lalu.
Yuswar menggugat Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia karena mengeluarkan Kepmen Nomor 458/M/KPT.KP/2017 Tanggal 3 November 2017 tentang Pemberhentian Yuswar sebagai Wakil Rektor Universitas Trisakti.
Sampai saat ini, ia mengaku tidak mengerti kenapa seorang menteri bisa sampai mengeluarkan Kepmen untuk memberhentikan wakil rektor perguruan tinggi swasta. Seharusnya pencopotan jabatan wakil rektor ditentukan oleh mekanisme kampus yang melibatkan senat.
“Alasan pemberhentiannya tidak jelas. Ini yang membuat saya memperjuangkan keadilan dan menggugat ke PTUN,” katanya.
Selain Menristek Dikti, Yuswar juga menggugat pejabat sementara (Pjs) Rektor Universitas Trisakti, Ali Ghufron Mukti yang memberhentikan dirinya atas dasar Kepmen.
Yuswar mengaku, sejak kasusnya pertama kali disidangkan pada 31 Januari 2018 hingga sidang ke delapan ini, ia selalu hadir.
“Karena saya yang paling tahu sejarah Trisakti dan saya tidak mau orang-orang luar yang tidak pernah berkontribusi kepada Trisakti justru merusak dengan kepentingan-kepentingan yang dibawanya,” katanya.
Yuswar memang merupakan salah satu orang yang membesarkan Universitas Trisakti. Ia pertama kali menjejakkan kakinya di universitas tersebut pada tahun 1971 dengan menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi. Jika dihitung, hingga tahun 2017 kemarin, ia telah mengabdi di kampus “Reformasi” itu selama 46 tahun.
Dan di tahun 2019 nanti, sejatinya pria yang memiliki gelar lengkap Prof. Dr. H. Yuswar Zainul Basri, Ak, MBA itu sudah akan pensiun. Namun kini ia justru disibukkan dengan permasalahan hukum yang tidak berdasar.
Saat ini, Yuswar hanya ingin nama baiknya dipulihkan dan dapat pensiun dengan tenang. Selain itu ia juga berharap sepeninggalannya, Universitas Trisaksi bebas dari berbagai kepentingan yang dapat merusak marwahnya sebagai lembaga pendidik.
Dalam sidang yang digelar Rabu (28/3), ada empat orang saksi yang dihadirkan oleh tergugat. Salah satunya Nurholis yang merupakan perwakilan dari Komnas HAM yang menjadi salah satu tim penataan kelembagaan Trisakti.
Ketika dihadirkan sebagai saksi, ia mengaku tidak ingat alasan pemberhentian wakil rektor. "Saya lupa yang mulia" ujarnya kepada majelis hakim saat persidangan.
Sementara itu, Ali Gufron Pjs Rektor Universitas Trisakti yang juga dihadirkan sebagai saksi mengakui bahwa pemberhentian Yuswar memang tidak melibatkan Senat. "Kalau keadaan normal memang memerlukan suara senat, tapi ini kondisinya tidak normal," ujarnya.
Ya, saat ini memang tengah terjadi konflik antara Yayasan Trisakti dengan Universitas Trisakti dalam mengelola kampus tersebut. Bahkan konflik tersebut sudah terjadi sejak tahun 2002.
Dimana Yayasan Trisakti ingin mengambil alih dan menjadi pihak yang mengelola Universitas Trisakti. Sementara pengelola Trisakti sendiri menginginkan universitas ini berubah status menjadi negeri karena aset-asetnya tercatat di departemen keuangan.
Anak Yuswar, Virna Sulfitri kepada Tribunnews mengatakan, keluarga mendukung penuh langkah yang dilakukan sang ayah ke pengadilan.
"Intinya adalah kembalinya nama baik ayah kami. Hanya itu, karena kalau dibiarkan berarti ayah saya kan yang salah," ujarnya.