TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingginya korban tewas akibat minuman keras oplosan mendapat perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain menekankan pelaku yang meracik dan mendistribusikan minuman keras oplosan mendapat hukuman berat, Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menegaskan razia terhadap minuman terlarang ini harus dilakukan secara berkala.
Hal ini supaya tidak hanya heboh ketika muncul korban tewas.
Sahroni mengapreasiasi langkah tanggap kepolisian dalam penanganan kasus miras oplosan ini.
Dirinya memiliki persamaan pandangan dengan Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin.
Menurutnya, 82 orang meninggal dunia dalam waktu sepekan akibat menenggak minuman keras merupakan fenomena yang meresahkan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keterangan Syafruddin, korban tewas tersebar masing-masing 31 orang di wilayah hukum Polda Metro Jaya, sementara 51 orang lainnya di wilayah Jawa Barat.
Baca: Ternyata Mobil BMW Bukan Atas Nama Penabrak
"Langkah Wakapolri yang menginstruksikan seluruh jajaran Polda untuk menyelesaikan kasus secara tuntas dan mengungkap sampai ke akarnya patut kita apresiasi. Yang menjadi catatan, bukan hanya Polri yang harus ambil bagian dalam memerangi minuman oplosan," kata Sahroni lewat pesan singkat, Kamis (12/4/2018).
“Pemerintah daerah sampai level terendah hingga RT patut melakukan pengawasan dan memberikan informasi terhadap peredaran minuman keras oplosan. Dengan peran aktif RT dan RW pemetaan terhadap minuman keras oplosan akan lebih efektif,” katanya.
Sepeti diberitakan media, khusus di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berdasarkan data yang dimutakhirkan pada Rabu malam, total korban miras oplosan mencapai 189 orang, terdiri atas 188 laki-laki dan seorang perempuan.
Sebanyak 38 orang di antaranya tewas. Semua korban dirawat di tiga rumah sakit, yakni RSUD Cicalengka, RSUD Ebah Majalaya, dan RS AMC Cileunyi, sejak Jumat pekan lalu.
Jawa Barat menjadi salah satu daerah merah peredaran miras oplosan. Pada Januari lalu, tercatat sembilan orang tewas akibat mengonsumsi minuman keras oplosan di Padalarang, Bandung Barat, Jawa Barat.
Sahroni mendukung langkah Polri yang mengkaji kemungkinan dijeratnya tersangka kasus minuman keras (miras) oplosan dengan pembunuhan berencana melalui Pasal 340 KUHP.
Jeratan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terbukti tak membuat gentar para pengoplos minuman keras mendistribusikan hasil karyanya ke masyarakat.
“Hukuman kebih berat parut diberikan kepada pengoplos minuman keras yang mendistribusikan ke masyarakat. Karena keuntungan semata, banyak korban jiwa melayang. Setidaknya berbagai pemberitaan di media massa menyebutkan 59 korban tewas sepanjang 2017,” kata Sahroni.
Lebih lanjut politikus Partai NasDem ini meminta pengawasan terhadap kimia yang dijual bebas lebih diperketat, seperti etanol dan metanol yang menjadi bahan dasar oplosan minuman keras.