TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman menemukan empat maladministrasi yang dilakukan Kementerian Agama dan satu maladministrasi yang dilakukan Kementerian Pariwisata, terkait penipuan dan gagal berangkat jamaah Umroh oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) PT Amanah Bersama Umat Tours alias Abu Tours.
Mengutip rilis informasi yang diterima Kontan.co.id, maladministrasi Kementerian Agama meliputi tidak kompeten, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang. Sementara, ditemukan satu maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata yaitu pengabaian kewajiban hukum.
Rangkaian pemeriksaan yang Ombudsman lakukan berdasarkan banyaknya korban calon jamaah gagal berangkat umroh dan laporan masyarakat korban PT Abu Tours serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Sebelumnya, pada tahun 2017 Ombudsman telah mengeluarkan saran kepada Kementerian Agama terkait kasus penipuan dan gagal berangkat calon jamaah umroh sebanyak 56.000 jamaah. Dana yang hilang mencapai Rp 830 miliar.
Meskipun Kementerian Agama telah menindaklanjuti sebagian Saran Ombudsman dengan keluarnya PMA Nomor 8 Tahun 2018, penipuan dan kasus gagal berangkat ternyata terulang kembali di PT Abu Tours dengan jumlah korban yang lebih besar. Jumlah korban menjadi 86.000 jamaah dengan penggelapan dana sebesar Rp 1,8 triliun.
Hal tersebut juga terjadi di PPIU lainnya misalnya di PT Solusi Balad Lumampah jumlah korban mencapai 12.645 jamaah dan di PT Hanien Tour sejumlah 58.862 jamaah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ombudsman menemukan ada empat maladministrasi yang dilakukan Kementerian Agama dalam pengawasan penyelenggaraan layanan ibadah umroh.
Pertama, Kementerian Agama tidak kompeten misalnya tidak efektifnya pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja PPIU sehingga banyak jamaah umroh yang gagal berangkat dan tidak dapat memperoleh penggantian biaya dari PPIU.
Kedua, Kementerian Agama juga melakukan pengabaian kewajiban hukum karena lambat dalam memberikan sanksi terhadap PPIU yang gagal memberangkatkan jamaah, penipuan, dan penggelapan dana jamaah.
Ketiga, terjadi pula praktik maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dengan membiarkan transaksi antar calon jamaah dengan PPIU tanpa kontrak tertulis yang dapat merugikan calon jamaah umroh.
Keempat, maladministrasi lain yang dilakukan Kementerian Agama adalah penyalahgunaan wewenang yakni dengan memberikan kesempatan kepada Abu Tours untuk memberangkatkan calon jamaah secara illegal setelah izinnya dicabut dengan penambahan biaya bagi calon jamaah umroh.
Tak hanya dari sisi Kementerian Agama, Ombudsman juga menemukan satu maladministrasi yang dilakukan Kementerian Pariwisata yaitu pengabaian kewajiban hukum dengan tidak melakukan pengawasan terhadap pengajuan izin baru Biro Perjalanan Wisata (BPW) di Dinas Pariwisata Kabupaten dan Kota.
Ombudsman menemukan banyak BPW yang berani menyediakan layanan paket Ibadah Haji Khusus dan Umroh dengan mengabaikan persyaratan untuk menjadi PPIU yaitu harus sudah berdiri minimal dua tahun.
Atas temuan maladministrasi tersebut, Ombudsman mengeluarkan saran kepada Kementerian Agama dan Kementerian Pariwisata untuk melakukan tindakan korektif. Diantaranya, mengusulkan agar Kementerian Agama melakukan moratorium pendaftaran ibadah umroh selama dua bulan dan melakukan audit menyeluruh terhadap semua PPIU.
Selama moratorium pendaftaran, Kementerian Agama harus memastikan bahwa seluruh jamaah yang telah terdaftar di semua PPIU dijamin dapat berangkat.
Ombudsman juga mengusulkan agar Kementerian Pariwisata melakukan pengawasan terhadap Dinas Pariwisata di setiap Kabupaten dan Kota dalam hal pendaftaran dan pengajuan izin baru sebagai Biro Perjalanan Wisata.
Selain itu, Ombudsman juga mengusulkan agar Kepolisian secara aktif melakukan penyidikan atas dugaan adanya keterlibatan dan konflik kepentingan terhadap oknum-oknum di Kementerian Agama.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Kasus penipuan umrah Abu Tours, Ombdusman sebut Kemnag lakukan maladministrasi