TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi mengungkap alasan dirinya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus suap Raperda Reklamasi.
Ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2018), Sanusi mengaku mengajukan PK bukan karena hakim agung, Artidjo telah pensiun melainkan karena ada unsur kekhilafan hakim.
"Bukan karena itu (Artidjo pensiun). Kebetulan saya kan baru inkrah setahun yang lalu. Jadi ya perlu waktu untuk mensimulasi materi data, konsultasi sama pengacara sampai diputuskan mengajukan PK," terang Sanusi yang menggunakan kemeja hitam tersebut.
Dalam permohonan PK dirinya, Sanusi membawa novum baru berupa kekhilafan hakim.
Di sidang selanjutnya, Sanusi juga akan menghadirkan saksi ahli hukum pidana.
"Novum ada kekhilafan hakim. Point-pointnya saya tidak hafal tapi kan tadi sudah dibacakan oleh kuasa hukum saya," imbuhnya.
Baca: Sidang Kedua PK M Sanusi Kembali Digelar
Diketahui Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik terbukti bersalah dalam kasus suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta Tahun 2016.
Sanusi dijatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider dua bulan kurungan. Sanusi terbukti menerima suap sebesar Rp2 miliar dari mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
Selain itu Sanusi juga terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar. Uang dipergunakan untuk membeli tanah, bangunan serta kendaraan bermotor.
Kemudian di tingkat banding, vonis Sanusi menjadi 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan.