TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik melakukan berbagai upaya setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota.
Aturan itu membuat Taufik tidak bisa ikut Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 karena statusnya merupakan mantan narapidana kasus korupsi. PKPU itu melarang mantan koruptor ikut Pileg 2019.
Namun putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan, PKPU tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Baca: Tanggapan Refly Harun soal Eks Koruptor Nyaleg: Parpol yang Masih Mencalonkan Sebaiknya Tak Dipilih
Berikut ini rangkuman berbagai upaya yang dilakukan Taufik untuk melawankan PKPU 20 tahun 2018 itu.
1. Gugat ke MA
Pada pertengahan Juli lalu, Taufik mulai memasukan gugatannya ke Mahkamah Agung (MA). "Sudah saya masukin ke MA," kata Taufik pada 11 Juli.
Ia mengatakan, dirinya bukan orang pertama yang menggugat peraturan tersebut. Dia justru merasa sebagai orang terakhir yang menggugat. Saat melakukan gugatan, KPU DKI belum membuka pendaftaran Pileg 2019.
Kata Taufik, gugatannya tersebut tidak akan mengganggu proses Pileg 2019 yang sedang berlangsung.
2. Lapor ke Bawaslu DKI
Ketika itu meskipun belum ada putusan MA atas gugatannya, nama Taufik tetap didaftarkan sebagai bakal caleg Partai Gerindra ke KPU DKI.
Namun, nama Taufik tidak dimasukan ke daftar calon sementara (DCS) oleh KPU DKI karena alasan dia merupakan mantan napi kasus korupsi.
Taufik kemudian melaporkan hal itu keBadan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta sebagai sengketa pemilu.
Berbagai sidang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada 31 Agustus 2018, Bawaslu mengeluarkan putusan terhadap laporan Taufik. Hasilnya Bawaslu DKI menyatakan Taufik bisa ikut pemilihan legislatif.
"Memutuskan menerima permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Puadi dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta.