TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengungkap dan membekuk komplotan pembuat order fiktif transportasi online, baik ojek online atau taksi online lewat aplikasi pemesanan Gojek.
Empat orang anggota komplotan ini dibekuk di markas mereka di sebuah ruko di Kompleks Taman Dutamas, Jelambar, Jakarta Barat, Jumat (1/2/2019).
Di ruko itu, mereka mengoperasikan dan mengendalikan order fiktif ojek online dan taksi online, lewat aplikasi Gojek dan Gocar dengan alat dan software serta aplikasi khusus.
Keempat pelaku adalah RP (30), CA (20), RW (24), dan KA (21). Sementara satu orang rekan mereka yang berperan mengutak-atik ponsel dan memasukkan aplikasi serta software khusus di ponsel tersebut untuk dapat digunakan membuat order fiktif.
Pelaku masih buron dan dalam pengejaran petugas.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono menjelaskan bahwa setiap pelaku rata-rata melakukan 24 order fiktif transportasi online, setiap harinya.
Setiap pelaku kata Argo memiliki 15 sampai 30 akun aplikasiuntuk melakukan order fiktif.
Dari sana, kata Argo, setiap pelaku bisa meraup uang komisi atau poin dari operator Gojek antara Rp 7 juta sampai Rp 10 juta per hari.
"Mereka mengaku sudah beraksi melakukan order fiktif ini seja Desember 2018 atau baru sekitar 2 bulan. Namun, penyidik masih mendalami lagi, kemungkinan mereka sudah beraksi lebih lama," katanya di Mapolda Metro Jaya, Rabu (13/2/2019).
Aksi mereka kata Argo cukup merugikan operator transportasi online Gojek yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah dalam dua bulan ini.
"Para tersangka melakukan perbuatan order fiktif transportasi online dimana seolah-olah benar ada order pemesanan perjalanan, padahal tidak. Apalagi dalam sistem operator Gojek, order fiktif mereka terlihat benar ada perjalanan. Namun kenyataannya tidak ada perjalanan yang dilakukan," kata Argo.
Dengan memodifikasi HP serta menggunakan modem, alat komunikasi, software dan aplikasi tertentu yang dioperasikan di ruko itu kata Argo para tersangka mampu memanipulasi data seolah-olah otentik sehingga mengelabui operator.
"Padahal itu adalah tindak pidana serta penipuan dengan manipulasi data. Lewat akunnya di HP yang sudah dimodifikasi, mereka awalnya mendaftar sebagai pengemudi ojek atau taksi online. Namun nyatanya kerap melakukan order fiktif, dimana setiap tersangka rata-rata melakukan 24 order fiktif perhari," kata Argo.
Bahkan katanya para tersangka memiliki 15 sampai 30 akun berbeda. "Sehingga sehari masing-masing tersangka bisa meraup komisi antara Rp 7 Juta sampai Rp 10 Juta dengan order fiktif," katanya.