Laporan Reporter Warta Kota, Gopis Simatupang
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Kota Depok memiliki beberapa danau atau setu yang selama ini berperan sebagai daerah resapan untuk mencegah banjir. Sayangnya, dari sekian setu, tidak ada satu pun yang dioptimalkan menjadi lokasi wisata.
Setu Rawa Besar di Kecamatan Pancoran Mas, misalnya, punya banyak potensi untuk jadi tempat wisata mirip Setu Babakan di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Berdasarkan pengamatan Warta Kota, Minggu (3/3/2019), air danau Setu Rawa Besar cenderung bersih, tempatnya sejuk karena dikelilingi banyak pepohonan.
Hanya saja, jarak antara bibir danau dengan pemukiman amat dekat, rata-rata lima meter. Ini membuat wisatawan sukar menikmati suasana danau karena jarak setu dengan rumah warga sangat dekat.
Setu Rawa Besar merupakan satu dari dua danau yang diusulkan Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Shomad, menjadi kawasan wisata. Satu lagi adalah Setu Cilodong di Kecamatan Cilodong.
Namun, Idris mengatakan, mereka tak bisa sembarangan mengelola daerah resapan menjadi tempat wisata, karena yang berwenang adalah pemerintah pusat. Mereka hanya dapat mengelola dengan seizin pemerintah pusat. Tahun 2018 yang lewat, Kementerian PUPR mengeluarkan surat keputusan (SK) kewenangan pengelolaan setu kepada provinsi Jaw Barat.
Baca: Aksi Begal Kembali Terjadi di Jalan Daan Mogot, Korbannya Tewas dengan Luka Tusuk
"Kalau pengelolaannya boleh diserahkan ke provinsi atau ke daerah. Makanya kemaren Pak Gubernur (Jabar, Ridwan Kamil) menantang saya, ada enggak setu yang diusulkan sebagai tempat wisata. Yang kita ajukan dua kemarin, yaitu Setu Rawa Besar dan Setu Cilodong, relatif (mudah) walaupun sulit juga nih," kata Idris di Balai Kota Depok, belum lama ini.
Idris menjelaskan, ada satu kesulitan yang ditemui, yaitu tempat tinggal warga yang melanggar garis sempadan setu karena sudah puluhan tahun berdiri. Masalahnya, warga rata-rata punya sertifikat dalam pendirian rumah itu.
Baca: Mayat Bayi Ditemukan Mengambang di Bantaran Kali Ciliwung
"Sebenarnya kalau dikejar sih bisa, ini sertifikat dari mana, kok bisa. Setu Cilodong misalnya berkurangnya sampai 7 hektar," ungkap Idris.
"Yang jadi masalah sekarang GSS. Rata-rata lima meter dari bibir setu. Padahal aturannya 50 meter. Kalau ini ditertibkan, resistensinya sangat tinggi, harus ada uang biaya kerohiman. Biaya kerohiman tidak boleh dari APBD, harus dari swasta. Ini jadi masalah. Sehingga kita ajukan dua alternatif perencanaan, yaitu penertiban dan pemanfaatan lahan existing atau yang tersedia," katanya.
Idris menyampaikan, sebenarnya pihaknya telah beberapa kali melakukan penertiban bangunan liar di bibir setu, namun bangunan liar terus saja muncul.
Untuk itu, dia memiliki dua alternatif rencana yang akan dilakukan untuk memenuhi permintaan Kang Emil akan adanya danau wisata. Rencana pertama adalah penertiban bangunan, dan rencana kedua pemanfaatan lahan yang ada.
"Yang paling ringan memang melakukan penataan existing, kita rapikan gerbangnya dengan view danau, kita tempatkan UMKM. Mudah-mudahan disetujui oleh Pak Gubernur," jelasnya.