News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hubungan Tattoo 'Demi Tuhan ku Mencitai Mama' dengan Pertobatan Man Rambo Sebagai Preman

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Man Rambo (57) saat beristirahat di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (7/6/2019)

Bagi mantan narapidana Man Rambo menyebut hanya ada dua pilihan, yakni berobat atau justru menjadi penjahat kambuhan dan kian bengis.

Beruntung pria yang sudah tiga kali berjalan kaki Surabaya-Jakarta demi memperingati hari kemerdekaan Indonesia dan menggaungkan bahaya narkoba tak jatuh di pilihan kedua.

"Saya fokus kampanye bahaya narkoba juga setelah melihat teman saya yang masuk penjara karena narkoba. Anak pertamanya meninggal pas dia masih ditahan. Dari situ saya sadar bahaya narkoba," sambung dia.

Dari semua jejak perjalanan kelam yang terukir di tubuhnya, Man Rambo merelakan bagian lengan kanannya dirajah sebagai bentuk cinta ke mendiang sang istri.

Meski akhirnya menyesal karena merajah tubuh, tato itu diakui sebagai bentuk cinta terhadap istrinya.

"Ini tulisannya 'Demi Tuhan ku mencintaimu Mama'. Saya menyesal bukan karena kalimat dan istri saya meninggal. Tapi karena tatonya itu sendiri, tapi sudah terlanjur. Tanpa tato ini saya tetap mencintai almarhum istri," kenang dia.

Dari semua sepak terjangnya di dunia kriminal, Man Rambo bersyukur tak seumur hidupnya tak pernah menyakiti almarhumah istri dan anak tirinya.

Man Rambo menyebut laki-laki yang menyakiti dan menelantarkan istri dan anaknya merupakan pria hina yang bahkan lebih rendah dari seorang kriminal.

"Seorang laki-laki harusnya enggak menyakiti istri dan anaknya. Laki-laki yang menyakiti istri dan anaknya itu lebih hina dibanding pemakai narkoba, dibanding kriminal," kata Man Rambo.

Dia menyebut seorang kriminal acap kali lahir dari keadaan yang memaksa sehingga nekat melawan hukum demi keluarganya sebelum akhirnya jadi penjahat kambuhan.

Sementara pria yang menyakiti istri dan anaknya mendasari perbuatannya hanya karena emosi dan ingin mendominasi dalam keluarga.

"Waktu saya dipenjara, saya satu sel dengan pembunuh dan perampok. Tapi banyak yang tetap ingat keluarga, mikir bagaimana nasib istri dan anaknya di rumah. Mereka menyesal dan akhirnya bertobat," ujarnya.

Rasa cinta terhadap keluarga jugalah yang selalu dia gunakan jadi 'senjata' menasihati penyalahguna narkotika yang ditemui selama perjalanan ratusan kilometer Surabaya-Jakarta.

Dia yakin seorang ayah harusnya dapat menjadi sosok panutan bagi anaknya, sementara seorang anak harus jadi sosok yang dibanggakan kedua orang tua.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini