News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Instalasi Bambu Getih Getah di Bundaran HI: Menelan Rp 550 Juta, Bertahan 11 Bulan, Kini Dibongkar

Penulis: Sri Juliati
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut beberapa fakta terkait instalasi bambu 'Getah Getih' di Bundaran HI yang tinggal kenangan. Menelan biaya Rp 550 juta dan hanya bertahan 11 bulan.

Berikut beberapa fakta terkait instalasi bambu 'Getah Getih' di Bundaran HI yang tinggal kenangan. Menelan biaya Rp 550 juta dan hanya bertahan 11 bulan.

TRIBUNNEWS.COM - Instalasi bambu Getih Getah di Bundaran Hotel Indonesia (HI) depan Monumen Selamat Datang, Jakarta Pusat, kini tinggal kenangan.

Tak ada lagi instalasi bambu yang berdiri kontras di tengah gedung-gedung modern.

Kini, hanya tersisa tanaman-tanaman hijau yang menghiasi sekitar bekas tempat bambu tersebut.

Instalasi bambu tersebut telah dibongkar pada Rabu (17/7/2019) malam setelah bertahan selama 11 bulan.

Kepala Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati mengungkap alasan pembongkaran instalasi bambu.

Menurut dia, kondisi instalasi bambu itu mulai rapuh sehingga tidak bisa digunakan lagi.

Baca: Bambu Instalasi Seni Kebanggaan Gubernur DKI Seharga 550 Juta Dibongkar!

Baca: Instalasi Bambu Getih Getah yang Bernilai Rp 550 Juta di Bundaran HI Dibongkar

"Iya dilakukan pembongkaran karena bambunya sudah mulai rapuh karena cuaca, sehingga jalinan bambu sudah mulai jatuh, khawatir (nanti) rubuh," kata Suzi saat dihubungi, Kamis (18/7/2019).

Diketahui, instalasi bambu Getih Getah dibuat seorang seniman bernama Joko Avianto atas permintaan Gubernur DKI, Jakarta Anies Baswedan.

Instalansi bambu yang diresmikan Anies pada Kamis, 16 Agustus 2018 sempat jadi sorotan.

Satu di antaranya karena biaya yang dipakai untuk membuat dan memasang instalasi bambu mencapai setengah miliar!

Berikut beberapa fakta terkait instalasi bambu di Bundara HI, Jakarta yang kini tinggal kenangan, dirangkum Tribunnews.com dari Kompas.com:

1. Pembuatan instalasi bambu hanya seminggu

Perancang karya seni bambu di Bundaran HI Joko Avianto (KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA)

Hanya butuh waktu sepekan bagi seniman asal Jawa Barat, Joko Avianto untuk membuat instalasi bambu.

Proses pembuatan karya itu berlangsung mulai Kamis (9/8/2018) hingga Selasa (14/8/2018) malam.

Bagi Joko, ini merupakan kali pertama dia membuat sebuah karya seni dengan waktu yang sangat singkat.

"Untuk saya sebuah tantangan mengerjakan (karya seni) dengan struktur 13 meter dalam waktu satu minggu, luar biasa, saya belum pernah."

"Paling singkat 3 minggu saya mengerjakan karya seperti ini," ujar Joko di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018) sehari sebelum peresmian.

Joko mengiyakan permintaan Anies saat bertemu di Balai Kota dua minggu sebelumnya.

"Ditanya, 'Bisa enggak merespons lokasi yang katanya tanahnya sejengkal paling mahal di republik ini dengan material yang murah?'" ujar Joko.

Saat pertemuan di Balai Kota, Anies menyampaikan tentang konsep yang diinginkan.

Joko juga menyampaikan konsep yang dia masukkan ke dalam karya seni itu.

2. Habiskan 1.500 bambu

Sebuah karya seni instalasi berbahan dasar bambu ditempatkan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), persis di depan Monumen Selamat Datang, Jakarta Pusat, Rabu (15/8/2018). (KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA)

Setelah berdiskusi cukup lama, Joko menyanggupi permintaan Anies.

Pada Kamis, 9 Agustus 2018, Joko bersama sembilan orang lain mulai merancang dan membangun instalasi seni itu persis di depan Monumen Selamat Datang.

Sebanyak 1.500 bambu didatangkan untuk membuat karya seni tersebut setinggi sekitar 20 meter dan lebar 13 meter.

Selain itu, ada 73 bambu penyangga yang menyimbolkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73.

Dalam sehari, Joko bersama sembilan orang lain bekerja mulai dari pukul 08.00 hingga 23.00 WIB.

Seluruh pengerjaan dilakukan di lokasi.

Agar pengerjaan tidak terganggu, di sekeliling karya seni ditutupi dengan seng.

Selasa (14/8/2018) malam, karya seni tersebut selesai dan Rabu (15/8/2019) pagi mulai diperlihatkan ke publik.

3. Konsep Getih Getah

instalasi seni Bambu Getih Getah di Bundaran HI, Kamis (16/8/2018). (KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR)

Bila dilihat sekilas, instansi bambu Getih Getah menyerupai bentuk dari bunga matahari.

Namun, jika dipandang dari sudut berbeda, karya seni bambu terlihat seperti gelembung sabun berukuran raksasa.

Karya seni ini ditopang puluhan pilar-pilar bambu yang tertancap kokoh.

Keberadaan karya seni terbilang sangat kontras dengan kondisi Bundaran HI yang modern, gedung-gedung tinggi dan megah yang ada di sekitarnya.

Menurut Joko, instalasi bambu tak sekadar karya seni biasa dan memiliki makna dan arti.

Dipilihnya bambu sebagai bahan pembuatan juga menyimbolkan perjuangan bangsa Indonesia yang menggunakan bambu saat berjuang demi kemerdekaan.

Joko mengatakan, konsep karya seninya diberi nama "Getih Getah Pasukan Majapahit."

Konsep diambil dari makna perjuangan pasukan Majapahit yang memiliki makna kekuatan dan persatuan.

Konsep ini sengaja dibuat untuk menyambut dua event terbesar dalam waktu dekat pada waktu itu, yaitu peringatan hari Kemerdekaan ke-73 RI dan Asian Games.

Desain karya seni dibuat dengan menyerupai bandera-bendera yang dibawa prajurit Majapahit saat berperang.

"Getah itu putih, getih itu merah, artinya merah putih. Pasukan Majapahit sudah pakai bendera itu zaman dulu, tapi bukan bersatu merah dan putih, belum bersatu," ujarnya.

4. Habiskan anggaran Rp 500 juta

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (TRIBUN JAKARTA/AFRIANI GARNIS)

Instalansi bambu Getih Getah diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada Kamis, 16 Agustus 2019.

Biaya pembuatan serta pemasangan instalasi seni bambu tersebut, menurut Anies, menelan biaya hingga Rp 550 juta.

"Biaya sekitar Rp 550-an (juta) kemudian dikonsorsium oleh 10 BUMD kalau enggak salah," ucap Anies di lokasi.

Anies juga menyampaikan, instalasi seni bambu tersebut hanya akan bertahan selama 6 hingga 12 bulan.

Hal ini karena materialnya dari bambu.

Di sisi lain, material ini mudah didaur ulang.

"Ya keunggulan bambu adalah biodegradable, sehingga otomatis didaur ulang alam," katanya.

Sementara itu, Joko Avianto menambahkan, karya instalasi bambu bersifat instalasi seni dan bukan monumental.

Bedanya, instalasi seni bambu memiliki keterbatasan umur yang lebih singkat dibanding sebuah ornamen.

Instalasi seni bambu ini bisa bertahan selama 6 bulan.

"Ini bukan ornamen, dan sifatnya seni instalasi bukan monumen. Dia memang punya keterbatasan umur. Tapi, kualitas bisa menyerupai karya-karya monumen."

"Kualitas dan bentuk menyerupai (monumen), tapi bahan tidak bisa menipu," ujar Joko, saat ditemui di Bundaran HI, Rabu (15/8/2018).

5. Respons warga dan netter setelah pembongkaran

Setelah 'berdiri' selama 11 bulan, instalasi bambu tersebut kini dibongkar pada Rabu (17/7/2019) malam.

Alasannya, kondisi karya seni tersebut mulai rapuh dan dikhawatirkan akan rubuh.

Kepala Dinas Kehutanan, Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati mengungkap instalasi bambu tersebut kini tak dapat digunakan lagi.

Untuk sementara waktu, hanya ada tanaman-tanaman di bekas lokasi pemasangan Getih Getah."

"Sementara ditanam border semak, ground cover sambil menunggu instalasi lainnya. (Getih Getah) tidak dapat digunakan lagi," ucapnya.

Pembongkaran karya seni senilai Rp 550 juta itu pun menuai respons beragam dari warga.

Aidil (38), misalnya yang mengaku, tidak mempermasalahkan pembongkaran karena kondisi bambu yang sudah tidak bagus.

Meski demikian, ia menyayangkan dari segi anggaran yang terhitung besar, yakni Rp 550 juta.

"Kalau menurut saya dibongkar karena sudah rapuh. Kalau masalah anggaran, ya menyorot juga dari segi anggaran, sudah dibuat mahal-mahal," ucapnya saat ditemui di sekitar Bundaran HI, Kamis (18/7/2019).

Namun, pegawai swasta tersebut merasa wajar jika instalasi bambu itu berharga ratusan juta mengingat karya seni memang mahal harganya.

"Saya dengar harganya Rp 550 juta, itu wajar saja karena karya seni kan memang mahal-mahal," kata dia.

Lain halnya dengan Bima Putra yang menganggap, anggaran tersebut terlalu besar untuk seni yang dipakai tak sampai setahun.

Menurut dia, anggaran yang begitu besar tersebut bisa dipakai untuk keperluan lainnya.
"Kalau menurut saya sayang saja sih Rp 550 juta dalam waktu 11 bulan. Padahal bisa dibuat untuk yang lain. Perbaikan jalan, atau buat warga," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany Alatas.

Lewat akun Twitter-nya, Tsamara menyayangkan soal besaran anggaran yang dikeluarkan dan kini hancur.

Seharusnya sejak awal, sebelum dana setengah miliar tersebut dikeluarkan, telah ada kesadaran soal bambu yang mungkin tidak bisa bisa bertahan lama.

Meski demikian, ia sepakat dengan usaha untuk mempercantik kota dengan karya seni.

"Saya sih dukung mempercantik kota dengan karya seni. Itu tidak masalah."

"Persoalannya Rp 550 juta dikeluarkan & kini hancur? Sejak awal sebelum uang 550 juta itu digelontorkan, sadar atau tidak bahwa bambu itu mungkin tidak akan bisa bertahan lama dengan cuaca spt Jakarta?" tulis Tsamara.

(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Ryana Aryadita Umasugi/Nibras Nada Nailufar/David Oliver Purba)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini