"Apalagi dalam konteks senior (Bripka Rahmat Effendy) dan yunior (Brigadir Rangga Tianto). Juga relevan mengecek kemungkinan adanya pengaruh narkoba," beber Reza.
Saat Bripka Rahmat Effendy membuat laporan, malam itu datang Zulkarnaen ditemani Brigadir Rangga Tianto untuk menengok anaknya RZ.
Dalam peristiwa penembakan itu, dua orang sebagai saksi, yakni Zulkarnaen dan Kepala SPK 1 Ipda Adhi Bowo Saputro yang malam itu berdinas.
Sementara menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, ada lima orang sudah diminta keterangan sebagai saksi.
Dikatakan Reza, agresivitas Brigadir Rangga Tianto berlipatganda karena memegang pistol sesuai teori efek senjata.
Ia tak memungkiri hal ini bertentangan dengan asumsi, bahwa niat mendahului perilaku.
"Tapi akibat keberadaan senjata, individu bisa sewaktu-waktu terprovokasi oleh senjatanya untuk digunakan, betapa pun tanpa niat sejak awal," ucap Reza.
Berdasar informasi yang dihimpun dari lapangan, Brigadir Rangga Tianto sedang tidak berdinas dan seharusnya dilarang membawa senjata.
Penyelidikan surat izin kepemilikan pistol Brigadir Rangga Tianto kini sudah ditangani Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri.
Sementara untuk kasus pidana menghilangkan nyawa orang lain ditangani Ditkrimum Polda Metro Jaya yang menaungi Polsek Cimanggis.
Kakorpolairud Baharkam Polri Irjen Zulkarnain Adinegara pun menyesalkan sekaligus heran dengan perbuatan anak buahnya itu.
Brigadir Rangga Tianto yang tercatat sebagai anggota Subdit Fasilitas dan Pemeliharaan Perkantoran (Fasharkan) memang dibekali pistol HS-9 dan tak ada masalah selama ini.
Menanggapi keterangan ini, Reza menganalisis probabilitas munculnya perilaku agresif Brigadir Rangga Tianto semakin tinggi bisa jadi karena selain memegang senjata juga dipicu rangsangan dari luar dirinya.
"Intinya ada faktor dalam kepribadian dan faktor luar yaitu situasi, narkoba dan senjata yang berpengaruh," kata Reza menutup analisisnya.