TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Persoalan truk tanah di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan wilayah yang berbatasan dengan Ibu Kota, belum kelar-kelar.
Warga kesal betul. Selain jalanan rusak, berdebu, kerap memakan korban jiwa, kemacetan akibat truk tanah ini juga merugikan ekonomi warga.
Seperti diketahui, meski sudah berkali-kali bikin kesepakatan dengan warga, juga terbit sejumlah peraturan daerah soal jam operasional truk tanah, setiap hari masih banyak truk tanah yang melanggar.
Berdasarkan pantauan, kemacetan parah sampai berhenti tidak bergerak sudah jadi pemandangan umum di Jalan Raya Perancis, Jalan Raya Dadap, Jalan Kapuk Kamal Raya dan sejumlah ruas jalan di Kabupaten Tangerang serta perbatasan Jakarta Barat dan Utara.
Baca: Kecelakaan Maut Truk Timpa Mobil di Tangerang: Salah Satu Korban Berencana Tunangan Bulan Ini
Kemacetan juga mengular panjang hingga ke Jalan Benda Raya, Jalan Atang Sanjaya, Jalan Husein Sastranegara di Rawa Bokor, tak jauh dari akses masuk ke Bandara Soekarno-Hatta.
Tak hanya macet, sejumlah titik di ruas-ruas jalan ini juga berlubang dan rusak parah. Kondisinya saat siang hari berdebu.
Sudah berkali-kali protes, pelanggaran jam operasional truk tanah tetap terjadi.
Kekesalan warga memuncak.
Kemarin, sekitar pukul 11 siang, ratusan warga Kecamatan Kosambi, Dadap, Kabupaten Tangerang, menggelar aksi protes untuk kesekian kalinya.
Ratusan warga ini berkumpul di Jalan Raya Perancis, Kosambi, Kabupaten Tangerang, tepatnya di depan Pabrik PT Paradise. Secara kebetulan, tiba-tiba lima truk tanah berwarna hijau melintas.
Warga langsung berkerumun menutup jalan. Truk disetop.
Tak lama, sejumlah polisi datang mecoba negosiasi dengan warga. Akhirnya, dua truk dilepaskan. Tiga disandera. Warga memasangkan berbagai spanduk protes di badan truk.
Polisi akhirnya mengalah, membiarkan warga yang menyemut di sekitar truk yang disandera, untuk menyampaikan keluh kesalnya .
Warga pun bergantian berorasi, meminta Peraturan Bupati larangan truk pasir operasi pagi hingga jam 10 malam ditegakkan.