TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan sederhana antara warga Tebet pemilik ikan koi yang mati, Ariyo Bimo, sebagai pihak penggugat melawan PT PLN Persero sebagai pihak tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (5/9/2019).
Agenda sidang yang dipimpin oleh hakim Elfian tersebut adalah mendengar jawaban pihak tergugat.
Dalam sidang tersebut kuasa hukum pihak PT PLN Persero menyerahkan jawaban tertulis kepada hakim dan pihak penggugat.
Dalam dokumen jawaban tertulis yang diterima Tribunnews.com tersebut memuat enam poin.
Pertama PT PLN Persero meminta agar hakim menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya, dan/atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak bisa diterima.
Kedua PT PLN Persero meminta agar hakim menyatakan gugatan Penggugat adalah bukan gugatan sederhana.
Ketiga PT PLN Persero meminta agar hakim mencoret perkara aquo daei register perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Keempat PT PLN Persero meminta agar hakim menerima dalil-dalil dari Tergugat untuk seluruhnya.
Kelima PT PLN Persero meminta agar hakim menyatakan Tergugat tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca: Veronica Koman, Pembela Ahok yang Jadi Tersangka Kasus Rasisme Mahasiswa Papua
Keenam PT PLN Persero meminta agar hakim menghukum Penggugat untuk menbayar biaya perkara.
Atau, apabila Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Sejumlah alasan yang mendasari enam pokok poin gugatan tersebut antara lain pihak PT PLN Persero menilai bahwa pihak Penggugat tidak punya kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan aquo.
Menurut pihak PT PLN Persero hal itu dibuktikan dengan tidak adanya hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat berkaitan dengan matinya ikan koi milik Penggugat.
Selain itu di dalam jawaban tersebut pihak PT PLN Persero dalam bagian dalil yang menyatakan gugatan aquo tidak termasuk ke dalam gugatan sederhana juga mempertanyakan sejumlah hal kepada Penggugat.