Namun, jika jarak antarnya dekat, hal itu ia kesampingkan.
Termasuk ketika mengantar pesanan yang membuatnya viral, ia tidak memberitahukan keadaannya kepada pelanggan.
"Customer komplainnya kok agak lama, saya jawab, 'maaf Bu, motor lagi rusak'. Ngomong terus terang gitu. Ya kaget mereka," kata Eko.
"Tapi bintang lima semua," imbuhnya.
Torehan bintang lima setiap antaran boleh jadi setimpal dengan upaya yang ia kerahkan tiap hari.
Mengayuh sepeda di antara lalu-lalang kendaraan, termasuk truk-truk berat di Bekasi yang berdebu membutuhkan tenaga ekstra.
Belum lagi ia harus mendaki beberapa jalan layang di Kota Patriot ini guna mengantar pesanan.
Dia pun membatasi jangkauan wilayah kerjanya. Beruntung pula, belum pernah ada pelanggan yang membatalkan pesanan tiba-tiba.
"Memang sih aman-aman saja selama ini, cuma kalau naik sepeda harus lebih hati-hati di jalan. Saya paling ambil order daerah Bekasi Kota saja, ke Summarecon, stasiun, Wisma Asri, Mustikasari, Galaxy. Ke Tambun enggak, Harapan Indah enggak, kejauhan," ungkap ayah dua anak ini.
Rutin "ngalong"
Jauhnya jarak yang mesti ia tempuh demi mengantar pesanan dengan sepeda membuat Eko mau tak mau harus hidup bagai kalong: wara-wiri malam hari.
Pukul 09.00 WIB, ia jalan kaki dari rumah ke penitipan sepeda tepi SPBU Pekayon tempat istrinya memarkir sepeda satu-satunya sebelum kerja di dekat sana.
Jarak dari rumahnya ke sana sekitar 1 kilometer. Dari situ, Eko mulai mengambil order.
Siang hari, ia pulang ke rumah untuk istirahat, lalu kembali wara-wiri selepas magrib.