TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak kepolisian membantah bahwa pemuda bernama Maulana Suryadi (23) meninggal karena dianiaya saat demo di depan Gedung DPR/MPR pada (25/9/2019) lalu.
Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati, Kombes Pol Edi Purnomo, berdasarkan hasil visum tidak ditemukan adanya tanda kekerasan pada jasad korban. Dirinya memastikan korban meninggal karena sesak nafas.
"Tidak ada (tanda kekerasan pada tubuh korban). Iya (karena sesak nafas). Hasil visumnya sudah sama penyidik," ujar Edi saat dikonfirmasi, Jumat (4/10/2019).
Mengenai surat keterangan dari korban Edi mengatakan surat itu dibuat sendiri oleh pihak keluarga lalu ditandatangani oleh ibu Maulana, Maspupah. Edi mengatakan surat tersebut dibuat keluarganya karena Maspupah tidak bisa menulis.
Edi juga mengaku tidak tahu soal adanya pemberian amplop berisi uang sebesar Rp 10 juta ke pihak keluarga untuk mengurus jenazah Maulana.
Baca: Polri Duga Bripda NOS Terpapar Radikalisme dari Media Sosial
"Itu kan pernyataannya dia bikin sendiri kok, pernyataannya yang bikin anaknya yang perempuan, karena katanya ibunya enggak bisa nulis, sudah ditandatangani (ibunya) kok. Saya enggak tahu (soal amplop itu)," tutur Edi.
Senada dengan Edi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan bahwa Maspupah sudah melihat langsung jasad anaknya secara langsung.
"Ibu kandung almarhum atas nama Maspupah datang ke Rumah Sakit Polri melihat jenazah anaknya untuk dibawa pulang. Ibu kandung melihat sendiri jenazah anaknya, dan melihat tidak ada tanda-tanda kekerasan apapun," jelas Argo.
Argo mengatakan Maspupah sendiri yang enggan jasad anaknya diautopsi. Menurut Argo hal itu dikarenakan Maulana memiliki riwayat sesak nafas.
"Kemudian ibu kandung tidak mau di autopsi karena memang anaknya mempunyai riwayat sesak nagas. Ada pernyataan ditandatangani diatas materai 6000," pungkas Argo.