Inilah rekam jejak Edy Junaedi, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI yang mundur setelah heboh anggaran Rp 5 miliar untuk influencer.
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Edy Junaedi mengundurkan diri dari jabatannya, Kamis (31/10/2019).
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Chaidir mengatakan, Edy mengundurkan diri atas permintaan sendiri.
Chaidir menyatakan, tidak ada yang menekan Edy untuk mundur dari jabatannya.
"Per tanggal 31 semalam dia mengundurkan diri," kata Chaidir ketika dikonfirmasi sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Pengunduran diri ini terjadi setelah heboh anggaran Rp 5 miliar untuk influencer.
Meski demikian, Chaidir membantah pengunduran diri Edy berkaitan dengan kasus anggaran Rp 5 miliar untuk membayar influencer.
Anggaran ini ada dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
"Tidaklah, tidak ada kaitan ke situ (anggaran influencer). Dia mau mengundurkan diri saja, mengundurkan diri atas permintaan sendiri," kata Chaidir.
Sebenarnya, nama Edy Junaedi bukanlah sosok yang asing.
Gubernur DKI Jakarta era sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok/BTP pernah membanggakan Edy sebagai satu-satunya sosok yang lolos lelang jabatan era Ahok.
Selain itu, ia adalah satu di antara orang di balik penutupan Alexis pada Maret 2018 lalu.
Sejumlah prestasi pun pernah ditorehkan Edy Junaedi selama menjadi PNS. Apa saja?
Berikut rekam jejak Edy Junaedi sebagaimana dikutip Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Biodata Edy Junaedi
Edy Junaedi lahir pada 30 November 1976 dan diangkat menjadi CPNS pada November 1995.
Saat ini, Edy Junaedi menduduki jabatan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta dengan golongan IV/C.
2. Prestasi Edy Junaedi
Sebelum menjadi Kadis Pariwisata DKI, Edy pernah menjabat sebagai Camat Kepulauan Seribu Utara (2008-2011).
Ia sukses berhasil meraih Camat berprestasi ke-1, Anugerah Gubernur Provinsi DKI Jakarta Karya Praja Utama Nugraha tahun 2010.
Saat menjabat sebagai Kabid Informatika dan Pengendalian BPBD (2011-2014), ia bekerjasama dengan World Bank dan AIFDR membuat Peta Banjir Jakarta.
Hal ini membuat Edy meraih Gold Medal pada Kompetisi Tahunan di Washington DC pada 2013.
Kemudian pada 3 Juli 2015, Edy dilantik menjadi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Provinsi DKI Jakarta.
Sejak dilantik sebagai Eselon-2 termuda di Pemerintah Provinsi DKI, DPM PTSP DKI di bawah Edy berhasil menelurkan berbagai inovasi.
Sebut saja membangun Mal Pelayanan Publik yang pertama di Indonesia, inovasi SIUP TDP Online, Antar Jemput Izin Bermotor (AJIB), IMB 3.0, JakEvo, Jakarta Investment Centre, dan lainnya.
Terobosan ini membuat DPMPTSP DKI meraih berbagai penghargaan dari sejumlah lembaga bergengsi.
Lantas pada 25 Februari 2019, Anies Baswedan merotasi Edy dari DPM PTSP ke Kadis Pariwisata dan Kebudayaan yang kosong cukup lama.
3. Dibanggakan Ahok
Nama Edy Junaedi sudah lama disebut-sebut Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok/BTP.
Pada Jumat, 3 Juli 2015, Ahok melantik terhadap delapan pejabat eselon II, tujuh pejabat eselon III, dan 10 pejabat eselon IV, di Balai Kota.
Dari kedelapan pejabat eselon II yang dilantik, dua Kadis, yaitu Kadis Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) Irwandi dan Kadis Pertamanan dan Pemakaman, Ratna Diah Kurniati, mendapat sorotan khusus dari Ahok.
Dikutip dari Warta Kota, Ahok pernah mengungkapkan, muncul masalah yang unik dari hasil tes seleksi jabatan pejabat eselon II.
Dari 140 pejabat eselon III yang mengikuti seleksi jabatan, hanya sebanyak 30 orang yang dinyatakan lulus dengan meraih nilai hampir 7.
"Yang 30 orang ini, saya kombinasikan tesnya dengan psikotes. Ternyata, dari hasil psikotes yang dilakukan, dari 30 orang tersebut, yang lulus hanya satu orang, yaitu Pak Edy Junaedi," kata Ahok yang disambut tawa dan tepuk tangan para tamu undangan yang hadir.
Sementara, tambah Basuki, hasil psikotes 27 orang lainnya diberi penilaian "dapat dipertimbangkan."
4. Tokoh di Balik Tutupnya Alexis
Edy Junaedi juga merupakan satu tokoh di balik penutupan Hotel Alexis pada Maret 2018.
Hal ini berawal dari munculnya surat yang dikeluarkan DPM PTSP yang saat itu dipimpin Edy Junaedi.
Surat permohonan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) yang diajukan PT Grand Ancol Hotel (pengelola Alexis), tak dapat diproses PTSP berdasarkan surat pada 27 Oktober 2017.
Surat itu ditandatangani Edy Junaedi.
"Saya juga sudah laporkan ke Gubernur soal tak diperpanjangnya izin usaha Hotel Alexis," kata Edy ketika dihubungi Wartakotalive.com, Senin (30/10/2017) siang.
Dalam suratnya, ada tiga pertimbangan Edy memilih tak memroses permohonan TDUP pengelola Hotel Alexis.
Pertama, berkembangnya informasi di media massa terkait kegiatan yang tidak diperkenankan dan dilarang di usaha hotel dan griya pijat di Alexis.
Kedua, seharusnya pengelola mencegah segala bentuk perbuatan melanggar kesusilaan dan melanggar hukum yang tersiar di berbagai media massa.
Ketiga, pemerintah berkewajiban mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak negatif bagi masyarakat luas.
Edy mengatakan, izin usaha Alexis sudah habis sejak September 2017.
Sehingga, dengan tak diperpanjangnya izin, sudah seharusnya pengelola Alexis bersiap menutup usahanya.
"Sebuah usaha kan tak akan bisa berjalan tanpa izin usaha," jelas Edy.
5. Mundur Setelah Kehebohan Anggaran Rp 5 Miliar untuk Influencer
Sebelum Edy mengundurkan diri, anggaran influencer di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta disoroti banyak pihak dan viral di media sosial.
Dalam dokumen rancangan KUA-PPAS 2020, anggaran sebesar Rp 5 miliar ditulis untuk membayar lima influencer.
Edy sempat menanggapi anggaran tersebut.
Dia menyatakan, anggaran Rp 5 miliar bukan hanya untuk biaya influencer.
"Saya luruskan, anggaran itu bukan satu influencer Rp 1 miliar," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.
"Di dalamnya itu ada macam-macam, ada belanja event dan biaya publikasi," ujar Edy, Senin (28/10/2019).
Edy menyampaikan, kegiatan tersebut sudah diterapkan bertahun-tahun.
Namun, anggaran itu akhirnya dicoret dari rancangan KUA-PPAS 2020 pada awal Oktober lalu dan dialihkan untuk anggaran balap mobil listrik Formula E 2020.
6. Ingin jadi Staf Anjungan TMII
Kepala BKD DKI Jakarta Chaidir mengatakan, Edy Junaedi mundur dari jabatannya karena keinginan sendiri.
Edy disebut ingin menjadi staf di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Dia ingin ke sana minatnya, ingin jadi staf anjungan Taman Mini," ujar Chaidir, dikutip dari Kompas.com.
Jika benar mundur dari jabatan, Edy tidak lagi mendapat tunjangan jabatan dan transportasi.
Besaran gaji yang diterima tiap bulannya pun akan turun.
Besar penurunannya disebut bisa mencapai Rp 35 juta.
"Kalau (gaji) kadis sekitar Rp 50 jutaan kurang lebih, semua, itu take home pay. Dia sekarang tinggal di kisaran Rp 15 juta atau Rp 18 juta," ujar Chaidir.
Chaidir menjelaskan, setelah menjadi staf, Edy hanya akan menerima gaji pokok dan tunjangan kinerja daerah (TKD) sesuai golongannya.
"(Dapat) gaji pokok plus TKD sesuai pangkat dan golongan," kata Chaidir.
Sebagai staf biasa, usia pensiun Edy juga maju dua tahun menjadi 58 tahun.
Padahal, jika Edy tetap menjadi kepala dinas atau jabatan eselon II, usia pensiunnya di umur 60 tahun.
Masa kerja Edy hingga pensiun pun masih lama.
"(Edy) kelahiran tahun 1976, muda, baru 43 tahun. (Pensiunnya) masih 16 tahun lagi," ucap Chaidir.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Nursita Sari)