News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fisip UMJ Gelar 'The 2nd International Conference on Social Sciences/ICSS 2019'

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FISIP UMJ menyelengarakan Konferensi Internasional ke-2 Ilmu Sosial atau The 2nd International Conference on Social Sciences (ICSS) di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UMJ pada Selasa 5 November 2019.

"Pada rezim orde baru Soeharto menyalahgunakan birokrasi sebagai instrumen politik untuk mendukung rezim otoriternya. Dalam melakukan hal itu, birokrasi hanya digunakan sebagai mesin pemilihan untuk mengumpulkan suara untuk partai Golkar pemerintah dalam setiap pemilihan tunggal untuk memastikan bahwa dukungan partai tidak tertandingi oleh partai-partai oposisi (PDI dan PPP). Golkar merasuki birokrasi dan institusi ini dipolitisasi dan tidak netral. Hal ini mengakibatkan munculnya birokrasi yang dominan dan tersentralisasi yang tidak transparan. Pada tahun 1998 Indonesia memulai proses panjang menuju netralitas, tetapi prosesnya tidak lengkap. Memang benar bahwa politik dan pemilihan umum berubah pada tahun 1999," kata Siti Zuhro.

Dikatakan Siti, selama masa transisi, kekuatan masyarakat lebih banyak berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan. Menurutnya hal ini menunjukkan bahwa peran nyata dan signifikan dari kekuatan masyarakat dan penguatan partisipasi politik rakyat telah menjadi sangat penting di Indonesia kontemporer.

"Studi politik Indonesia Bireaucracy dan dalam Transisitionera telah menyelidiki berbagai upaya untuk mereformasi birokrasi Indonesia membuka arena politik, membuatnya lebih mudah diakses oleh masyarakat. partisipasi. Perubahan-perubahan ini menciptakan lebih banyak partisipasi masyarakat dan Negara," jelasnya.

Di sisi lain, pembicara asal Malaysia yakni Prof. Datuk Dr. Yahaya Ibrahim dalam seminar ini menjelakan mengenai Pengembangan Pariwisata Muslim Berkelanjutan, Peran Pemerintah, Pemain Industri dan Komunitas Lokal Permintaan terhadap Turisme Muslim dimulai setelah destinasi pilihan turis beralih ke negara-negara Islam. Ini disebabkan karena meningkatnya prasangka di kalangan non-Muslim terhadap Muslim.

"Situasi ini memiliki dampak positif pada pengembangan pariwisata di negara-negara Islam yang berkontribusi pada pertumbuhan destinasi pariwisata berkelanjutan. Negara-negara mayoritas Islam di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia ternyata menjadi pilihan pelancong Muslim. Masuknya dan tingginya permintaan wisatawan Muslim ke negara-negara ini menyebabkan peningkatan kualitas dan kuantitas fasilitas terkait Muslim," katanya.

Oleh karenanya, kata dia, pemerintah perlu berkolaborasi dengan para pelaku industri untuk mempersiapkan pedoman yang diperlukan dan memenuhi persyaratan yang diminta.

"Keberhasilan pariwisata Muslim yang berkelanjutan tergantung pada berbagai pihak, terutama pemerintah daerah, pelaku industri, masyarakat setempat dan wisatawan itu sendiri. Presentasi ini akan menyelami peran para pihak dalam mencapai pengembangan pariwisata berkelanjutan di negara-negara Muslim."

Sementara pembicara asal Turki Dr (Cand). Cemal Şahin, Lc., MA., MM. dalam ICSS 2019 ini lebih banyak menekankan pada pentingnya modernisasi. Menurutnya, modernisasj diperlukan beberapa bidang, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama.

"Modernisasi dalam sejarah Islam, menurut saya, di dunia Islam sudah mengalami krisis yang sangat besar. Untuk mengatasi krisis tersebut ada banyak pembaharuan. Krisis pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan setelah Khulafaurrasyidin," ujarnya.

Namun demikian, menurutnya, setiap krisis selalu melahirkan tokoh-tokoh untuk mengatasi krisis tersebut. Misalnya dengan munculnya Imam Madzhab dalam pemahaman Islam ataupun tokoh-tokoh pemikir seperti Imam Al-Ghazali dan para ulama Islam di abad pertengahan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini