News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik APBD DKI Jakarta

Pengelolaan Residu ITF Dicoret, Komisi D DPRD DKI: Anggarannya Ngawur Tuh!

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi D DPRD DKI dari Fraksi PDIP Hardiyanto Kenneth.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi D DPRD DKI Jakarta memotong anggaran pendampingan pembangunan tiga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, atau Intermediate Treatment Facility (ITF) dari yang semula mencapai Rp10 miliar menjadi Rp6 miliar.

Tak hanya itu, komisi yang fokus pada pembangunan itu juga menolak residu pengolahan sampah di ITF dibuang ke TPST Bantargebang, Bekasi.

Akibatnya, anggaran Rp 1,5 miliar untuk rencana pembangunan fasilitas pengolah residu ITF yang diusulkan Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta dicoret dari rancangan kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) 2020.

Komisi D DPRD DKI potong aggaran untuk pengelolaan residu ITF.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menegaskan, meminta fasilitas anggaran residu ITF ke Pemprov DKI Jakarta adalah suatu hal yang ngawur. Karena pengelola ITF dikerjakan oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan perusahaan swasta asal Finlandia, Fortum.

“Ngawur, itu (residu ITF) harusnya biaya pengelolaan residu dibebankan ke pihak Fortum karena mereka sudah ada keuntungan atau profit, dan harusnya juga dari awal musti dibuat aturan main yang jelas dulu,” tegas Kenneth dalam keterangannya, Rabu (6/11/2019).

Atas dasar tersebut, kata dia, Komisi D DPRD DKI Jakarta mencoret anggaran rencana pembangunan fasilitas pengolah residu ITF.

Ia pun mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 mengenai pembangungan instalasi sampah menjadi listrik.

"Kan ada disebutkan untuk tipping fee perton-nya Rp500.000,- dikali saja sehari sampah yang di kelola pihak Fortum itu berapa ton, itulah hitungan yang menjadi keuntungan Fortum. Jadi jangan semua di bebankan ke kita, harus ada hitung hitungan yang fair," tegasnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan alangkah baiknya dana tersebut dialihkan untuk kebutuhan prioritas warga Jakarta yang lain.

“Itu uang rakyat jangan dipakai asal-asalan, harus digunakan dengan baik. Saya minta Dinas Lingkungan Hidup harus di evaluasi kembali,” tuturnya.

Perlu diketahui sebelumnya, ITF di Sunter sendiri ditargetkan mulai beroperasi pada 2022.

Nantinya, fasilitas ini akan terhubung dengan Gardu Induk Kemayoran melalui jalur transmisi 150kV sepanjang 2,2km.

Selain itu, fasilitas ITF lainnya akan dicarikan lahan di wilayah Cilincing, Jakarta Utara; Rawa Buaya, Jakarta Barat; dan wilayah Jakarta Selatan.

Setelah empat ITF itu telah beroperasi, TPST Bantar Gebang akan dijadikan tempat pembuangan residu dan Selama ini, DKI Jakarta memang masih mengandalkan TPST Bantargebang sebagai tempat pembuangan sampah pertama dari ibu kota.

Pemprov DKI sebelumnya telah menganggarkan Rp750 miliar dalam APBD DKI 2019 untuk pembangunan ITF.

Sesuai Pergub Nomor 33 Tahun 2018.

Ketergantungan DKI terhadap Bantar Gebang dikhawatirkan bisa menimbulkan krisis sampah di Jakarta.

Sebab, Bantargebang setiap harinya menerima 7.5000 ton sampah dari Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bahkan memperkirakan TPST Bantar Gebang akan mengalami kelebihan kapasitas atau overload pada 2021.

Kenneth pun menambahkan, saat ini Jakarta sudah dalam darurat sampah, banyak sampah yang sudah tidak tertampung lagi dikarenakan volume sampah yang dihasilkan di Jakarta setiap tahunnya meningkat.

"Jakarta darurat sampah. Coba Dinas Lingkungan Hidup cari solusinya bagaimana. Saat ini sampah sudah overload," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini