“Yang harus dilihat bukan hanya provokator yang notabene sekadar ujung dari sebuah proses. Ada berbagai proses yang lebih mendasar dan selama ini menjadi pendorong, sebagai sebab yang jauh di bawah permukaan yang harus lebih diteliti,” kata dia.
Dari rentetan tawuran di Manggarai tahun ini, pemerintah maupun polisi senantiasa mengemukakan dugaan yang berlainan.
Ada dugaan bahwa tawuran Manggarai disebabkan sengketa lahan parkir.
Lalu polisi, September lalu, membuka kemungkinan aksi tawuran hanya kedok bagi aktivitas peredaran narkoba di Manggarai.
Sementara itu, pemerintah menengarai bahwa tawuran dipicu karena warga Manggarai tidak sejahtera.
“Kami di suku dinas sosial melihat tawuran ini terjadi karena mereka tidak produktif untuk mencari pendapatan,” kata Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Mursidin, Senin.
Perspektif bahwa warga Manggarai tawuran karena tidak produktif akhirnya membuat Sudin Sosial Jakarta Selatan meluncurkan program pembekalan cuci steam bagi para pemuda Manggarai.
Program itu, menurut Mursidin, dilakukan berdasarkan kajian.
Bukan kajian melibatkan peneliti, melainkan rapat dan identifikasi lapangan bersama aparat Kelurahan Manggarai Selatan.
Dalam praktiknya, program itu menjaring hanya 50 pemuda setiap tahun dan dilakukan cuma 3 hari dari 12 bulan, melalui penyuluhan bimbingan teknis.
Pihak lain, kata Mursidin, tentu punya perspektif berbeda melihat fenomena tawuran Manggarai.
“Kalau masalah yang lain, tentu ada bagian lain. Coba tanyakan ke Suku Dinas UMKM, misalnya, atau ke Kesbangpol,” lanjut Mursidin.
Dugaan pemerintah dan polisi memang tidak keliru.
Namun, di saat kondisi sosial warga Manggarai demikian kompleks, mereka justru memandangnya secara parsial dan dangkal.
Akibatnya mudah ditebak, solusi-solusi yang ditawarkan tak banyak berdampak lantaran gagal menyentuh akar persoalan.
Mursidin misalnya, ia mengakui Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan mengalami keterbatasan anggaran untuk mengembangkan program pembekalan cuci steam.
Akhirnya, ia memahami tawuran bisa terus-menerus terjadi karena programnya amat terbatas cakupannya.
Pada 29 Oktober lalu, Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat membacakan ikrar damai untuk mencegah tawuran.
Ada empat poin dalam ikrar itu:
1) Berjanji menghentikan permusuhan dan senantiasa bantu mencegah konflik bersama aparat;
2) Mengutuk keras para provokator;
Baca: Kasus Pencurian di Jagakarsa, Polisi Temukan Puluhan Emas dan Kotak Perhiasan di Rumah Terduga
3) Mendukung pencabutan fasilitas Pemprov DKI kepada pelaku tawuran;
4) Meminta kajian terhadap akar masalah. Ikrar itu tak banyak berguna. Buktinya, pada 1 Desember ini, tawuran kembali pecah.
Perlu penelitian mendalam
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Setiabudi, Kompol Tri Suryawan mengakui bahwa hingga saat ini, belum ada yang sanggup menemukan akar permasalahan di balik fenomena tawuran di Manggarai. Polisi pun tidak.
“Sampai detik ini kan masih simpang siur (penyebab tawuran). Sudah kami cari akar permasalahaannya. Tapi ya, begitu lagi, begitu lagi,” kata Tri pada 3 September lalu.
Baca: Mendagri Diminta Evaluasi Kehadiran Anies Baswedan dan Penggunaan Monas terkait Acara Reuni 212
Imam Prasodjo tak heran dengan terus berulangnya tawuran di Manggarai dan betapa tidak jitunya solusi-solusi yang ditawarkan.
Senada dengan Tri, Imam mengungkapkan bahwa perlu penelitian yang serius guna menemukan akar permasalahan tawuran itu.
Setelah itu, pemerintah dapat menyusun langkah-langkah strategis dan tepat sasaran.
Tanpa penelitian yang komprehensif, dugaan penyebab tawuran di Manggarai selalu saja menyederhanakan masalah yang sejatinya pelik.
Baca: Pimpinan DPR Sebut Masalah Perizinan FPI Berkaitan dengan Kondisi Politik Beberapa Waktu Terakhir
“Saya kira memang perlu sekali ada mapping. Selama ini masih absen dari pemerintah. Pemerintah selalu tebak-tebakan, polisi pun juga,” ujar Imam.
“Soal solusi pemberian kerja, misalnya. Ini banyak anak SMP dan anak kecil yang terlibat dalam tawuran. Ini bukan semata-mata masalah orang nganggur dan butuh kerja. Kalau pelakunya anak bukan usia kerja, ya tentu ada kebutuhan lain yang harus dijawab, yaitu kegiatan anak muda. Dan tidak semua jawabannya kerja, karena ini bukan semata-mata orang yang ingin kerja,” ujar dia.
Penulis: Vitorio Mantalean
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Tawuran Kerap Terjadi di Manggarai, Solusi Nihil karena Penyebab Tak Diteliti Serius