TRIBUNNEWS.COM - Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Muslim Muin menanggapi soal Gubenur Jakarta Anies Baswedan yang digugat oleh korban banjir.
Muslim menyebut pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah berusaha keras dalam menangani banjir.
Bahkan dirinya mengaku sampai hanya tidur dua jam demi menjaga agar Istana Negara atau tempat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada tak kebanjiran.
Dilansir Tribunnews.com, hal itu disampaikan Muslim dalam PRIME TALK unggahan YouTube metrotvnews, Selasa (7/1/2020).
Awalnya, Juru Bicara Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta, Alvon Kurnia Palma menjabarkan jumlah warga yang mengajukan gugatan melalui Lembaga Bantuan Hukum DKI Jakarta.
Alvon mencatat sudah ada 382 gugatan dan 150 di antaranya sudah dilengkapi dengan data dan bukti kerugian.
Kemudian Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengomentari soal kinerja Pemprov DKI Jakarta yang hingga kini belum bisa menangani banjir.
Yayat menyebut modernisasi drainase terakhir kali dilakukan ketika Fauzi Bowo masih menjabat sebagai gubernur.
Yayat mengimbau Pemprov DKI Jakarta harus mampu untuk membaca perubahan cuaca sehingga bisa ada tindakan antisipasi banjir.
"Bagaimana membaca kebutuhan ke depan dengan dinamika perubahan pola curah hujan tadi," ujar Yayat.
"Sekarang kan hujan seperti kita informasi dari BMKG di tahun 2019 ini, musim kemarau itu lebih panjang, sehingga potensi curah hujan akan lebih meningkat pada musim penghujan seperti ini," terangnya.
Yayat menegaskan bahwa banjir memang tak bisa dihindari di Jakarta, namun Pemprov Jakarta masih bisa mengusahakan untuk meminimalkan kerugian.
Ia juga mempertanyakan apakah program normalisasi atau naturalisasi yang terancang benar-benar sudah direalisasikan oleh Pemprov Jakarta.
Menurut Yayat, Anies Baswedan harusnya memiliki program yang terealisasi agar penanganan banjir bisa lebih cepat dan minim kerugian.
Menanggapi komentar Yayat, Muslim balik menanyakan solusi yang tepat untuk mengatasi banjir.
"Kita gunakanlah akal sehat kita, bahwa oke Kang Yayat tadi ngomong 'Ke depan ini bagaimana?'," ujar Muslim.
"Coba saya tanya Kang Yayat ke depan bagaimana? Mau didesain drainase kita 100 tahunan?" tanya Muslim.
"Bongkar lagi semua. Mungkin enggak?"
Muslim menyebut lebih baik menggunakan sistem drainase yang sudah ada namun diperbaiki ketimbang harus membongkar.
"Mungkin yang perlu kita perhatikan sekarang tetap desainnya 10 atau 25 tahunan, tapi betul-betul bekerja," usul Muslim.
"Karena warisan drainase dari sebelumnya itu banyak yang tidak normal," sambungnya.
Muslim menegaskan bahwa banjir yang terjadi di Jakarta adalah kiriman dari Bogor, sehingga termasuk tanggung jawab pemerintah pusat.
"Tapi ingat loh, ini banjir kiriman. Banjir kiriman itu yang tanggung jawab juga pemerintah pusat," kata Muslim.
"Kalau saya lihatnya begini, biarkan Pak Jokowi itu jangan diganggu lagi deh."
Muslim pun menceritakan pihaknya yang sudah bersusah payah menjaga Istana Negara agar tak terkena banjir.
Bahkan ia sampai hanya tidur dua jam demi memantau banjir.
"Saya waktu banjir terjadi saya tuh tidurnya cuma dua jam, menjaga betul istana itu tidak sampai kebanjiran," ungkap Muslim.
"Menjaga betul Pak Jokowi jangan sampai kebanjiran, itu kita jaga betul."
"Kalau Pak Jokowi sampai kebanjiran, terkurung banjir, wah (gawat)," sambungnya.
Menurut Muslim, sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menuntut Anies Baswedan perkara banjir.
Bahkan Muslim menganggap gugatan terhadap Anies Baswedan bisa menyeret Jokowi hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Sekarang kita mau class action, menuntut Pak Anies, menuntut Pak Jokowi, menuntut Pak RK, waduh capek," ucapnya.
Berikut video lengkapnya:
Anies Baswedan Digugat Rp 1 Triliun
Anggota Tim Advokasi Korban Banjir Jakarta Azas Tigor Nainggolan menyebut timnya terbuka untuk seluruh warga Jakarta yang ingin menggugat secara resmi melalui email.
Penggugat bisa mengajukan gugatan dengan menyertakan data diri lengkap serta kerugiannya hingga Kamis (9/1/2020).
Pihak tim advokasi nantinya akan mengecek data dari para penggugat dan membuat klasifikasi.
Sembari menunggu gugatan ke pengadilan, kini tim advokasi sedang menyusun gugatan beserta bukti-bukti dari para korban.
Bagi korban yang ingin ikut menggugat ke pengadilan pun nantinya bisa menjadi perwakilan.
"Karena kan juga sambil berjalan sekarang, tim kami sudah menyiapkan draft gugatannya, karena sudah tergambar, informasi sudah ada semua," kata Azas.
"Kan tinggal settingannya mencari, mendapatkan siapa yang mau jadi penggugat, terus bukti-buktinya, dan juga data-data kerugiannya," terang Azas.
Azas menjelaskan metode gugatannya memang tidak membutuhkan semua korban untuk maju ke pengadilan dan cukup perwakilan saja.
"Metode gugatan perdata class action itu dilakukan untuk yang korbannya massal dan kejadiannya sama," ujar Azas.
"Jadi misalnya ada korban 1000, tidak perlu 1000 orang, cukup diwakili satu atau dua-tiga orang," sambungnya.
Jika sampai gugatan korban banjir Jakarta menang, maka pihak Anies Baswedan terancam harus mengganti rugi diperkirakan senilai Rp 1 triliun.
Nominal tersebut nantinya masih bisa berubah tergantung berapa banyak korban yang mau menggugat ke pengadilan.
"Kalau informasi dan diskusi kami dengan banyak pihak, secara total kerugian itu diperkirakan Rp 1 triliun," kata Azas.
"Kalau kita hitung, karena ada material dan imateriel."
"Tergantung, berapa orang yang mau jadi penggugat, nanti itu yang akan mendapatkan," imbuhnya.
Berikut video lengkapnya:
(Tribunnews.com/Ifa Nabila)