Hal ini dikarenakan Tigor telah memiliki pengalaman di Jakarta.
"Saya juga punya pengalaman ketika menggugat banjir Jakarata 2002," ujar Tigor.
Menurutnya, apabila gugatannya di Jakarta ini dapat menjadi contoh bagi sejumlah daerah lainnya.
"Ini pilihan mengadvokasi, membangun perubahan itu tidak harus semuanya," imbuhnya.
"Kami pilih satu, Jakarta supaya ini punya multiplying effect untuk daerah yang lain," imbuhnya.
Tigor juga mengatakan alasan tim dan para korban banjir bukan soal penyebab banjir yang terjadi.
Melainkan terkait penanggulangan dan penanganan Pemprov DKI termasuk di dalamnya Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang dianggap lalai.
"Perdebatan hukum kami bukan masalah penyebab banjir itu," ujar Azas.
"Namun terkait peersoalan bagaimana menangani supaya dampak banjir di Jakarta ini tidak terlampau besar," imbuhnya.
Sehingga menurut Tigor ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab Gubernur Anies Baswedan yang memiliki otoritas di wilayah Jakarta.
"Itu dalam konteks disaster management yang itu merupakan tanggungjawabnya gubernur sebagai penguasa wilayah, karena otoritas otonomi Jakarata ada di gubernur," jelas Azas.
Sehingga Azas menilai pemerintah pusat tidak ada kaitannya dengan debat hukum mereka.
"Kenapa dalam gugatan tidak masuk pemerintah pusat? karena tidak ada hubungannya dengan debat hukum kami, secara otoritas," kata Azas.
"Dalam konteks banjir iya (pemerintah pusat terkait). Tapi disaster management di Jakarta itu tanggungjawabnya pemerintah daerah bukan pusat," imbunhnya.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)