Ditambah mendengar pernyataan Saefullah tersebut, Hendra semakin merasa lelah dengan respons pemerintah.
"Kami sudah jenuh dengan banjir. Tolong perhatikan rakyat karena kami merugi biaya, rugi tenaga karena sakit-sakit. Tolong lah jangan dipermainkan perasaan rakyat," kata dia.
Sejak banjir besar pada awal Januari lalu, Hendra belum melihat solusi yang ditawarkan pemerintah.
"Masa dalam dua bulan dua kali banjir, kan enggak lucu. Gimana nih pencegahannya?" kata dia.
Yahya Arifin (45), korban banjir lainnya geram dengan respons Pemprov DKI.
Warga Kemang yang rumahnya sempat terendam setinggi satu meter ini menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak punya solusi untuk mengurangi banjir.
"Mudah-mudahan dah ini didenger. Buat Pak Anies kami enggak butuh yang pinter bicara, kami butuh yang pinter nanganin banjir. Gara-gara banjir, motor saya enggak bisa dipake kerja. Menurut bapak, itu layak dinikmati?" kata dia.
Sejak awal Januari 2020, banjir berkali-kali merendam sejumlah wilayah Jakarta.
Terakhir, banjir besar kembali terjadi pada Selasa (25/2/2020).
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta, banjir merendam 294 RW di Ibu Kota. Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta bahkan sempat tergenang.
Gubernur Anies mengatakan, pengungsi akibat banjir bertambah menjadi 15.000 jiwa. Mereka mengungsi di 74 lokasi.
Selain itu, 375 sekolah di Jakarta (4,7 persen dari total 7.955 sekolah) terdampak banjir.
Rinciannya, 143 SD, 78 SMP, 53 SMA, 47 SMK, 6 SLB, 43 TK/PAUD/KB, dan 5 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).
Sejumlah sekolah bahkan diliburkan, para peserta didik diminta untuk belajar di rumah.
Tak hanya sekolah, sebagian jalan tol juga tergenang akibat hujan yang mengguyur Jabodetabek.
Banjir juga menganggu operasional KRL dan Transjakarta.